TERKUAK! Ada Mantan Menteri dan Tangan Kanan Aguan di Tambang Nikel Raja Empat

- Minggu, 08 Juni 2025 | 13:15 WIB
TERKUAK! Ada Mantan Menteri dan Tangan Kanan Aguan di Tambang Nikel Raja Empat




POLHUKAM.ID - Nama Mantan Menteri Kelautan Freddy Numberi ternyata muncul dalam salah satu perusahaan pemilik izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. 


Pria yang juga pernah menjabat sebagai Gubernur Irian Jaya itu tercantum sebagai Direktur Utama PT Kawei Sejahtera Mining. 


Tak hanya itu, nama Ali Hanafia Lijaya juga tercantum sebagai Komisaris Utama PT Kawei Sejahtera Mining. 


Nama terakhir ini disebut-sebut merupakan tangan kanan taipan Sugianto Kusuma alias Aguan, pemilik Agung Sedayu Group. 


Demikian diutarakan Sekretaris CERI Hengki Seprihadi, Sabtu (7/6/2025), membeberkan temuannya dari penelusuran data resmi di AHU Kemenkumham RI. 


“Pada akta notaris PT Kawei Sejahtera Mining tanggal 2 Februari 2021, juga muncul nama Nono Sampono sebagai Komisaris Utama perusahaan ini. Nama Nono Sampono sudah tidak asing di jajaran elit nasional. Ia pernah menjabat sebagai Anggota DPD RI Periode 2019-2024 dan Komandan Korps Marinir 2006-2007,” ungkap Hengki. 


Membunuh Terumbu Karang


Sementara itu, menurut keterangan Mantan Direktur Minerba Kementerian ESDM, Mangantar S Marpaung kepada CERI, Kontrak Karya (KK) PT Gag Nikel awalnya pada 1998 adalah milik perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari Australia, Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75% yang bekerjasama dengan PT Aneka Tambang sebesar 25%. 


“Kemudian tahun 2008 United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan daerah itu sebagai bagian dari Triangel Coral Inisiatif. Kemudian tahun 2009, sebanyak 10 negara ASEAN meratifikasi inisiatif itu, yang mencakup 6000 km2. Karena penetapan itu, Asia Pacific Nickel Pty Ltd mundur dari Indonesia. Mereka tunduk kpd keputusan UNESCO,” ungkap Mangantar Marpaung yang kini juga menjabat sebagai Chairman Djakarta Mining Club.


Lebih lanjut, Mantan Kepala Inspekrur Tambang Ditjen Minerba KESDM itu juga menjelaskan kepada CERI, bagaimana tambang nikel bisa merusak terumbu karang di Raja Ampat. 


Dijelaskannya, pada dasarnya, seluruh tambang nikel di Indonesia ditambang dengan metode Open Pit.


“Kemudian curah hujan (Rain Gauge) di Indonesia relatif tinggi, tidak seperti di Australia atau Amerika Selatan. Jenis tanah penutup (over burden) dari Nikel itu adalah tanah liat laterit yang mudah menjadi lumpur ketika hujan,” beber Mangantar S Marpaung.


Tak kalah penting, lanjut Mangantar kepada CERI, sungai-sungai kecil dan pesisir pantai mudah menjadi keruh oleh lumpur tanah laterit tersebut. 


“Akibatnya Total Suspended Solid (TSS) particel menjadi tinggi. Hal ini menyebabkan berbagai biota laut pesisir akan mati karena kekurangan sinar matahari karena air keruh, termasuk terumbu karang,” ulas Mangantar.


DUKA RAJA AMPAT: POTRET KEJAHATAN AGUAN & BOBROKNYA SISTEM KAPITALISME




Oleh: Ahmad Khozinudin, SH


Jejak kejahatan Aguan ternyata bukan hanya ditorehkan secara jelas di proyek PIK-2. 


Akan tetapi, rupa Raja Ampat yang babak belur oleh tambang Nikel, rupanya ada jejak Aguan didalamnya.


Biang kerok rusaknya pesona Raja Ampat salah satunya adalah karena ulah tambang nikel PT Kawei Sejahtera Mining. 


Di perusahaan ini, ada Nama Mantan Menteri Kelautan Freddy Numberi yang juga anak buah AGUAN, menjabat sebagai Direktur Utama.


Jejak AGUAN bukan hanya terendus melalui Freddy Numberi, melainkan juga pada nama komisaris perusahaan pemilik izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya ini.


Pada akta notaris PT Kawei Sejahtera Mining tanggal 2 Februari 2021, juga ada nama Nono Sampono sebagai Komisaris Utama perusahaan ini. 


Nono Sampono adalah Direktur Utama Agung Sedayu Group, entitas bisnis properti milik Aguan yang menggarap proyek PIK-2 di Banten.


Bahkan, sosok Hantu PERAMPAS TANAH RAKYAT BANTEN Yakni Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN, juga duduk sebagai salah satu komisarisnya. Lengkap sudah, jejak para jongos Aguan di perusahaan perusak Raja Ampat ini.


Ada yang berpendapat, kalaupun Raja Ampat harus rusak, masih bisa ditolerir jika manfaat tambang nikel itu memberikan manfaat kepada rakyat Papua. 


Akan tetapi yang terjadi di Raja Ampat, alam Papua dirusak, rakyat Papua tetap dicekik pajak, sementara keuntungan dari tambang nikel hanya dinikmati oleh Oligarki China.


Ada video anak Papua yang menarik, yang beredar di sosial media. Diantara kutipannya adalah sebagai berikut:


"Kami orang kecil, yang tak mampu menuliskan undang undang. Kami tahu arti kehilangan. Udara segar lebih berharga ketimbang uang."


Ada beberapa substansi dari pernyataan ini, yang patut dijadikan renungan bagi kita semua, untuk mencari resolusi bagi kemaslahatan negeri.


Pertama, kita tidak memungkiri bahwa otoritas pembentuk UU adalah manusia, dengan akalnya, yang direpresentasikan DPR dan Eksekutif. 


Pemerintah, pada akhirnya tidak membuat UU berdasarkan kepentingan rakyat, melainkan kepentingan para pemilik modal (kapitalis).


Sehingga, sejatinya dalam sistem demokrasi yang berdaulat bukan rakyat melainkan modal. Penguasaan SDA termasuk tambang oleh Oligarki, adalah bukti kongkrit bahwa negeri ini sedang melayani Oligarki selaku pemilik kedaulatan, bukan melayani rakyat.


Kedua, Oligarki kapitalis dalam sistem Kapitalisme hanya berorientasi pada materi, tak memperhatikan alam, lingkungan bahkan rakyat. 


Mereka, hanya mengekploitasi alam untuk keuntungan pribadi dan Korporasinya.


Sedangkan Negara, justru menjadi pelayan korporasi kapitalis dengan dalih melayani rakyat. 


Contoh kongkritnya di Papua, dimana pembangunan infrastruktur (jalan) sejatinya bukan untuk melayani rakyat Papua, melainkan untuk mempermudah arus logistik untuk menunjang eksploitasi tambang Nikel disana.


Luar biasa jahat. Nikelnya dirampok. Untuk mempermudah perampokan, dibangunkan jalan yang diambil dari pajak rakyat. 


Sudah tak kebagian Nikel, alam nya rusak, rakyat Papua masih harus membayar pajak untuk membangun jalan, guna memperlancar proses perampokan nikel.


Ketiga, masalah Raja Ampat di Papua ini, yang dirusak alamnya oleh kerakusan korporasi Nikel, sejatinya juga terjadi di berbagai pertambangan di wilayah NKRI. 


Karena sistem Kapitalisme yang diadopsi Negara, menjadikan kekayaan alam Indonesia surga bagi para Oligarki.


Karena itu, negeri ini butuh sistem lain. Sistem yang akan memotong tangan para kapitalis dan Oligarki, melakukan intervensi pada kekuasaan dan pemerintahan. 


Sistem yang mengalihkan Kedaulatan rakyat kepada kedaulatan Allah SWT, dimana UU yang berasal dari Allah SWT tak akan bisa diubah oleh Oligarki. 


Oligarki tak akan bisa mengubah yang halal menjadi haram, atau sebaliknya menjadikan yang haram menjadi halal.


Dalam sistem Islam, sektor tambang dengan deposit melimpah seperti tambang Nikel di Raja Ampat, haram dikelola pribadi atau korporasi. 


Seluruh tambang yang terkategori 'Al Milkiyatul 'Ammah' (harta milik umum), wajib dikelola Negara.


Negara, akan mengelola tambang dan mengembalikan manfaatnya kepada seluruh rakyat selaku pemiliknya. 


Bukan seperti dalam sistem Kapitalisme, negara membebaskan korporasi mengelola tambang, merusak alam dan menyengsarakan rakyat.


Hanya saja, meskipun Negara menjadi wakil umat untuk mengelola tambang, tidak semua tambang yang ada di eksploitasi. 


Penjagaan alam dan keberlangsungan peradaban manusia, lebih diutamakan ketimbang sekedar mengeruk cuan.


Artinya, Negara tak akan mengeksploitasi tambang jika hal itu berdampak merusak lingkungan dan peradaban. 


Apalagi, merusak Surga Dunia, sebagai karunia Allah SWT seperti yang ada di Raja Ampat.


Apakah kita tidak tertarik, untuk mengelola negeri ini dengan Islam? Setelah sekian lama, negeri ini dirusak oleh sistem Kapitalisme, dan hanya membuat kaya raya para Oligarki?


"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?"


[QS: Al-Ma'idah ayat 50]

Komentar