Erick Thohir dan Korporatisme Jokowi: 'Jejak Uang Rakyat Yang Menguap'
Oleh: Christovia Wiloto
Erick Thohir bukan sekadar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ia adalah wajah korporatisme era Jokowi, produk dari rekayasa politik yang sengaja didandani bersih dan profesional, namun sesungguhnya memegang kendali atas jejaring korupsi yang disusun rapi.
Tidak berteriak, tidak mencolok. Justru karena itulah ia efektif—sebagai eksekutor senyap dari strategi besar kekuasaan.
Lahir dari keluarga pebisnis, Erick dan kakaknya, Garibaldi ‘Boy’ Thohir, bukan pemain baru dalam bisnis energi dan pertambangan.
Boy, yang lebih akrab dijuluki Polytohir karena keluwesannya dalam lintas jaringan kekuasaan, dikenal luas sebagai pengendali Adaro Energy—raksasa batu bara nasional yang kini meluas ke nikel dan pembangkit energi.
Jejak bisnis keluarga ini menancap dalam pada jantung ekonomi nasional, dan celakanya, ikut mewarnai bagaimana BUMN dikelola bukan untuk publik, melainkan untuk menyuburkan oligarki.
Produksi BBM: Jaringan Uang Haram yang Terstruktur
Kita pernah percaya bahwa Pertalite dan Pertamax adalah bagian dari subsidi rakyat. Tapi kenyataan yang mulai menguap ke permukaan sangat berbeda.
Di balik label subsidi, terdapat sistem produksi dan distribusi BBM yang menyerap dana rakyat dalam jumlah triliunan setiap harinya.
Ini bukan sekadar mekanisme pasar. Ini adalah skema ekonomi rente yang menggunakan stabilitas harga sebagai dalih untuk menyedot darah rakyat.
Skemanya sistematis: PT Pertamina Patra Niaga mendistribusikan BBM ke SPBU dengan hitung-hitungan yang sudah mengandung “biaya tak resmi”.
Tiap liter memiliki komponen upeti, baik melalui jalur SPP rekanan maupun dana talang proyek yang bermuara ke rekening pribadi operator-operator tertentu.
Dana yang mengalir? Diperkirakan antara Rp1–3 triliun per hari. Mengalir tenang ke kantong jaringan politik, relawan, hingga partai. Semua dalam nama “stabilitas”.
Korupsi BUMN: Satu Pola, Banyak Wajah
Kasus di Pertamina bukan satu-satunya. Erick disebut-sebut sebagai benang pengikat dalam sejumlah skandal di BUMN besar lain.
Garuda Indonesia: Skandal pengadaan pesawat dan leasing yang menjerat manajemen. Erick tampil sebagai ‘pembersih’, namun proses hukum tak kunjung jelas.
PT KAI dan Kereta Cepat: Proyek mercusuar yang digadang sebagai lompatan teknologi, justru membengkak jadi Rp113 triliun, dipenuhi mark-up dan biaya fiktif. Konsultan asing yang terafiliasi dengan jaringan bisnis Boy Thohir ikut bermain.
Waskita Karya dan Adhi Karya: BUMN konstruksi ini terus disuntik dana, namun tetap merugi. Aliran dana proyek menguap ke rekening kontraktor fiktif dan jejaring politik.
Skema holding tambang yang digagas pun tampak hanya sebagai cara licik untuk menyamarkan aliran aset dan keuangan strategis negara ke tangan-tangan yang sudah lama menguasai sumber daya alam kita. Erick di kementerian, Boy di sektor bisnis—dua sisi dari koin yang sama.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur