Erick Thohir dan Korporatisme Jokowi: Jejak Uang Rakyat Yang Menguap

- Minggu, 08 Juni 2025 | 14:10 WIB
Erick Thohir dan Korporatisme Jokowi: Jejak Uang Rakyat Yang Menguap

Jokowi dan Erick: Konstruksi Oligarki yang Telanjang


Jangan kira Jokowi tak tahu. Ia adalah otak dari penempatan Erick di pos strategis itu. Ia sadar betul konflik kepentingan yang inheren dalam posisi tersebut. 


Tapi itu bukan masalah, justru bagian dari desain besar: mengalirkan dana pemilu, membangun mercusuar warisan, dan mengokohkan kekuasaan keluarga dan jejaringnya.


Kepemimpinan Jokowi dibungkus dalam retorika kerja dan infrastruktur, namun tubuh kebijakannya dipenuhi aliran uang dari BUMN untuk pembiayaan politik. 


Apa yang dilakukan Erick bukan kerja untuk negara. Ia bekerja untuk kekuasaan pribadi—dan, tentu saja, untuk sang patron.


Prabowo: Strategi Diam Seorang Prajurit


Kini, ketika Jokowi telah selesai, publik bertanya: Mengapa Presiden Prabowo diam? Apakah ia tidak tahu?


Justru sebaliknya. Prabowo sudah tahu segalanya. Ia memegang bukti-bukti: rekening penampungan, struktur aliran dana dari Pertamina ke perusahaan elektronik, pengaturan tender di Kementerian BUMN, hingga catatan keterlibatan pihak-pihak di lingkaran dalam.


Namun, Prabowo memilih strategi sunyi. Ia tidak terburu-buru menggebrak. Ia membiarkan jaringan Erick bergerak, berkembang, dan pelan-pelan terseret oleh beban korupsinya sendiri.


Seperti kata Sun Tzu: “Jangan ganggu musuhmu saat ia sedang menghancurkan dirinya sendiri.”


Penangkapan yang Menanti: Simbol Berakhirnya Era Jokowi?


Ada indikasi kuat bahwa Erick akan dijatuhkan. Bukan karena moralitas hukum, tapi karena kebutuhan panggung. Prabowo perlu satu simbol: bahwa era korupsi sistemik ala Jokowi telah berakhir. 


Dan Erick, dengan seluruh jejaring bisnis-politiknya, menjadi pilihan yang pas—sebagai wajah oligarki yang akan ditumbangkan.


Namun publik tak akan puas dengan boneka. Jika Prabowo serius, maka ia harus menyapu bersih akar-akarnya, bukan sekadar mengorbankan satu atau dua figur untuk mencuci muka kekuasaan.


Rakyat Jangan Diam


Di tengah manuver elite, rakyat tak boleh hanya jadi penonton. Rakyat harus menuntut audit publik atas pengelolaan BBM dan BUMN. 


Mendesak KPK dan Kejaksaan Agung untuk bergerak tanpa pandang bulu. Karena uang yang digelapkan bukan sekadar angka. 


Itu adalah napas kehidupan kita semua: dari ibu rumah tangga yang membeli beras, sopir ojek yang mengisi bensin, hingga petani yang menggantungkan harapan pada pupuk subsidi.


Penutup


Kita berada di ujung transisi. Di satu sisi, ada warisan korupsi yang disusun rapi di bawah jargon kerja-kerja pembangunan. 


Di sisi lain, ada janji perubahan yang masih menggantung di balik senyum diam seorang jenderal.


Tapi perubahan sejati tidak akan datang dari atas, jika tekanan dari bawah tak ada. Sejarah mengajarkan: kekuasaan tak pernah jujur pada dirinya sendiri. Dan kita, rakyat, harus menjadi cermin yang membuatnya takut. ***

Halaman:

Komentar

Terpopuler