Sederet Eks GAM Perjuangkan 4 Pulau Aceh, Mantan Komandan Bom Wanti-Wanti Tito Soal Konflik Sumut

- Jumat, 13 Juni 2025 | 19:15 WIB
Sederet Eks GAM Perjuangkan 4 Pulau Aceh, Mantan Komandan Bom Wanti-Wanti Tito Soal Konflik Sumut




POLHUKAM.ID - Sejumlah tokoh mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kini berdiri di garda terdepan untuk merebut kembali empat pulau Aceh yang masuk Sumatera Utara (Sumut). 


Mereka pun mewanti-wanti Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk tidak membenturkan Aceh dengan Sumut.


Mantan pasukan GAM juga mengingatkan Tito soal konflik parah yang pernah terjadi di Aceh puluhan tahun silam.


Mereka mengkhawatirkan konflik tersebut kembali terjadi akibat keputusan Mendagri Tito Karnavian yang menyatakan empat pulau Aceh masuk Sumut.


1. Mantan Panglima GAM


Gubernur Aceh Muzakir Manaf menegaskan bahwa empat pulau tersebut merupakan milik Aceh.


Ia mengklaim memiliki banyak bukti yang menunjukan kepemilikan empat pulau tersebut.


"Semua itu kewenangan Aceh. Kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, data kuat," kata Mualem, mantan Pangliman GAM.


Muzakir menegaskan bakal memperjuangkan empat pulau agar tetap menjadi milik Aceh.


"Iya sangat. Itu kan hak Aceh dari dulu," katanya.


"Memang hak Aceh. Betul-betul dari segi apa saja. Geografis, sejarah, perbatasan," katanya.


Oleh karena itu Muzakir Manaf menolak meladeni Gubernur Sumut Muhammad Bobby Afif Nasution berdiskusi soal pengelolaan sumber daya alam di empat pulau tersebut.


"Tidak perlu diperdebatkan lagi," katanya.


2. Mantan Tahanan Politik


Nasruddin alias Nyak Dhien Gajah mengaggap keputusan Mendagri Tito Karnavian sebagai bentuk pengkhianatan dari Pemerintah Indonesia terhadap Aceh pasca perdamaian dengan GAM.


Menurutnya Tito Karnavian sudah mengabaikan suara rakyat Aceh.


Tito juga dianggap telah melanggar MoU Helsinki dan dokumen yang menjadi perdamaian Aceh dan Indonesia.


"Mendagri bukan hanya menginjak-injak mawrah dan martabat orang Aceh, tapi juga mengkhianati kesepakatan MoU Helsinki," katanya.


Dalam MoU menurutnya jelas disebutkan batas-batas wilayah Aceh.


"Batas wilayah dan kewenangan Aceh diatur secara khsusu dan harus dihormati. Ini dilanggar," katanya.


Nyak Dhien Gajah mewanti-wanti Tito Karnavian untuk segera mencabut keputusan 4 pulau Aceh masuk Sumut demi mengantisipasi konflik.


Pasalnya keputusan yang diambil Tito, pernah menjadi penyebab konflik besar di Aceh.


"Saat Aceh dimasukkan ke Sumatera Utara oleh pemerintah pusat di era Soekarno, rakyat Aceh bangkit melawan bersama Tgk Daud Beureueh. Kini sejarah itu diulang lagi oleh Tito Karnavian dengan wajah lebih modern tapi semangat kolonial yang sama," katanya.


Ia mengecam usulan Tito Karniavian yang meminta Aceh menggugat ke PTUN.


"Negara seharusnya menjadi pemersatu, bukan pelepas tangan. Ketika menteri dalam negeri berkata ‘silakan gugat’, itu bukan solusi, itu provokasi. Itu bentuk pembiaran. Itu penghinaan terhadap semangat rekonsiliasi," katanya.


3. Mantan Pasukan GAM.


Azhari Cage bergitu berang atas keputusan Mendagri Tito Karnavian yang memasukan empat pulau Aceh ke Sumut.


Anggota DPD RI perwakilan Aceh tersebut menegaskan empat pulau tersebut bukan milik Sumut.


"Kita tidak tahu Mendagri ada aspek poilitknya atau latarbelakang kita tidak tahu. Yang mau kami tegaskan bahwa memang pulau itu hak milik Aceh berdasarkan bukti history dan administrasi. Undang-Undang juga jelas, Undang-Undang pemekaran Aceh Singkil tahun 1999, itu harusnya menjadi perhatian tidak sertamerta SK itu membatalkan Undang-Undang," tegas Azhari.


Dalam sebuah wawancara dengan BBC tahun 2015 lalu, Azhari Cage mengaku bergabung dengan GAM tahun 1998.


Azhari pernah menjadi petugas penghubung, komandan pleton, bahkan dipercaya menjadi komandan operasi.


Dia juga pernah menjadi komandan bom karena sering ditugasi melakukan peledakan bom.


Azhari juga mengingatkan Tito soal konflik DI/TII pada tahun 1950 di Aceh.


"Kita tidak boleh lupa, Aceh ini dulu konflik parah sekali tahun 1950 Aceh sempat dileburkan menjadi keresidenan dan dimasukan ke Sumut. Sehingga tahun 1953 terjadi pemberontakan DI/TII sebelum pemberontytakan batasnya adalah Gebang, setelah damai 1962 setelah lahirnya Daerah Istimewa Aceh menjadi provinsi kembali itu kita hilang Gebangnya hilang sehingga hanya batas di Aceh Tebing, yang ada minyaknya masuk ke Sumatera Utara," jelasnya.


Ia menekankan agar tak ada lagi konflik soal perbatasan seperti yang sudah terjadi.


"Jangan sampai ini sekarang setelah damai MoU Helsinki 2005 ini kembali bermasalah dengan perbatasan. Yang jelas-jelas perbatasan tidak ada persoalan apapun," katanya.


Azhari Cage curiga Tito Karnavian memang membenturkan Aceh dengan Sumut.


"Sehingga saya khawatirkan Mendagri membenturkan Sumut dengan Aceh, nanti terjadi konflik horizontal antara masyarakat Sumut dengan Aceh, kan bikin gaduh. Itu yang tidak kita inginkan," katanya.


Pemerintah Provinsi Aceh memiliki banyak bukti kepemilikan Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan dan Pulau Panjang.


Namun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menurut Azhari hanya memiliki bukti dalam bentuk Perda RTRW tahun 2013.


"Sedangkan kami berbicara sudah turun ke lapangan melihat pulau yang sudah puluhan tahun, bukti tugu, monumen, prasasti yang dibangun tahun 2012. Kan jauh sebelum itu. Belum lagi peta wilayah, surat tanah dan dokumen peta kolonial Jerman juga memuat tentang pulau itu 1853 bahwa itu milik Aceh," tegasnya.


Sumber: Tribun

Komentar