Dengan pertalian itu, Imelda Daat mendirikan konsorsium membangun smelter pada 2023.
Konsorsium itu terdiri atas PT Shengwei New Energy Technology, PT Sino Consultant Investment Indonesia, PT Huahe Management Indonesia, dan PT Malamoi Olom Wonok.
Smelter yang mereka bangun digadang-gadang bakal mengolah bijih nikel dari tambang PT Kawei Sejahtera Mining di Raja Ampat.
Nama Adriana Imelda Daat muncul dalam Dokumen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dengan jabatan Direktur Utama PT Sino Consultant sekaligus pemegang saham. Di sana juga ada nama Randy Irianto Kurniawan, pengusaha nikel asal Jakarta.
Nama keduanya pun muncul kembali dalam data PT Sino Konsultan Indonesia, perusahaan yang juga disiapkan untuk menyokong smelter.
Tempo meminta penjelasan Imelda melalui John Daat. Orang dekat Imelda menghubungi kembali Tempo, tapi enggan penjelasannya ditulis.
Permintaan konfirmasi juga disampaikan kepada Randy Irianto Kurniawan, yang menyebut pelibatannya dalam pembangunan smelter sebagai bagian dari tugas putra daerah untuk memperkenalkan peluang investasi di Sorong.
“Tapi sampai sekarang investor tidak bersedia berinvestasi karena tidak ada kejelasan bahan bakunya,” tutur Randy pada Jumat, 13 Juni 2025.
Adapun dari PT Huahe Management Indonesia muncul dua nama politikus Golkar. Salah satunya mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo yang menjabat komisaris utama.
Dia memiliki sebagian kecil saham perusahaan tersebut. Bambang belum merespons daftar pertanyaan yang dikirim ke nomor ponselnya.
Sebelumnya dia mendukung rencana investasi PT Sheng Wei New Energy Technology dan Beijing Jianlong Heavy Industry Group Co Ltd untuk membangun smelter nikel dan pabrik baja.
Menteri Bahlil Lahadalia tak kunjung merespons permintaan konfirmasi kedekatannya dengan keluarga Daat dan rencananya membangun smelter di Sorong.
Sebelumnya dia hanya memberi penjelasan tentang empat izin yang dicabut—salah satunya milik PT Kawei Sejahtera Mining.
“Yang punya rencana kerja dan anggaran biaya itu hanya satu izin yang beroperasi, yaitu PT Gag Nikel. Yang lain di 2025 belum mendapat RKAB,” kata Bahlil.
•••
DARI pembaringan di rumah sakit Singapura, Olly Dondokambey membenarkan kabar bahwa perusahaan mertuanya, PT Manado Karya Anugrah, sudah lama menjadi kontraktor di lahan konsesi PT Gag Nikel di Raja Ampat.
“Kontraknya tidak besar, kecil-kecil saja. Paling cuma 1 juta ton per tahun. Itu kan kecil dibanding kontraktor-kontraktor lain di PT Gag Nikel,” kata mantan Gubernur Sulawesi Utara tersebut kepada Tempo, Sabtu, 14 Juni 2025.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu memberi penjelasan karena namanya muncul dalam pusaran perkara pertambangan nikel di Pulau Gag.
Menurut dokumen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum, PT Manado Karya Anugrah dimiliki istrinya, Rita Maya Tamutuan, yang menjadi pemegang saham mayoritas. Di sana juga terdapat nama politikus PDIP, Irene Golda Pinontoan.
Olly menjelaskan, ketika ayah mertuanya meninggal, perusahaan tersebut sempat dialihkan kepada ibu mertuanya.
Atas pertimbangan usia, Rita Maya kemudian menggantikan ibunya sebagai pemegang saham mayoritas.
Menurut Olly, proyek penambangan bijih nikel di Pulau Gag didapatkan perusahaan karena kerja profesional, bukan karena ia politikus PDI Perjuangan.
Keterangan Olly berbeda dengan informasi sejumlah narasumber yang ditemui Tempo. Seorang penegak hukum bercerita, mustahil perusahaan mendapatkan proyek kontraktor di PT Gag Nikel tanpa melihat pemilik sahamnya.
Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa konsesi PT Aneka Tambang Tbk menjadi bancakan. Apalagi, kata penegak hukum ini, Olly bendahara partai yang menjadi kontraktor sejak 2018.
PT Gag Nikel menjadi sorotan karena satu-satunya pemilik konsesi yang izinnya tidak dicabut Presiden Prabowo Subianto.
Pelaksana Tugas Presiden Direktur PT Gag Nikel Arya Aditya mengatakan perusahaannya sudah menjalankan prinsip berkelanjutan dalam beroperasi.
“Sejak produksi perdana pada 2018, PT Gag Nikel beroperasi berdasarkan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) resmi dan diawasi oleh KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” kata Arya dalam keterangan tertulis untuk Tempo.
Merujuk pada data pengapalan yang diperoleh Tempo, selain nama Olly, muncul nama perusahaan agensi logistik dan pemilik kapal yang menjadi pengirim bijih nikel. Mereka rutin mengirimkan nikel dari area konsesi PT Gag Nikel ke sejumlah smelter di Weda, Maluku Utara.
Perusahaan tersebut di antaranya PT Putra Remaja Lines, PT Pelayaran Bahtera Diserindo, PT Yuki Putra Samudera Shipping, PT Trans Logistik Perkasa, PT WHS Global Mandiri, PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk, PT Aman Maritim Nusantara, dan PT Anaga Shipping Indonesia. Mereka tercatat rutin mengirim nikel dalam enam bulan terakhir.
Di antara nama-nama tersebut, PT Anaga Shipping Indonesia diduga terafiliasi dengan Arif Kurniawan. Beberapa pengusaha nikel yang mengenal Arif menyebutnya sebagai pengusaha yang menjadi operator profesional dalam pengoperasian bisnis milik para politikus Jakarta.
Nama Arif Kurniawan juga muncul sebagai penerima manfaat akhir pemegang saham PT Kawei Sejahtera Mining.
Menurut pejabat PT Antam, Kejaksaan Agung tengah membidik Arif Kurniawan. Penyelidik mewawancarai perusahaan-perusahaan yang terkait dengan nama Arif dan nama lain dalam bisnis nikel di Raja Ampat.
“Penyelidikan berjalan sebelum ramai-ramai isu tambang di Raja Ampat,” kata pejabat ini.
Tempo telah meminta konfirmasi Arif Kurniawan dengan mendatangi kantornya, PT Anaga Shipping Indonesia, di Jalan Sungai Gerong Nomor 1 & 1A 10, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Namun petugas keamanan menjelaskan bahwa tidak ada nama perusahaan tersebut di Gedung Tata Puri ataupun Asia Pro Building.
Selain itu, Tempo mengirim surat elektronik kepada sejumlah perusahaan yang tercatat dalam dokumen sebagai pengirim nikel, tapi tak berbalas.
Di mata Arie Rompas, juru kampanye Greenpeace Indonesia, kisruh tambang nikel di Raja Ampat hanya secuil contoh masalah besar tata kelola industri pertambangan.
Pemerintah menerbitkan izin menambang di pulau-pulau kecil yang melanggara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Sangat penting menghentikan kegiatan pertambangan di Indonesia pada wilayah yang seharusnya dilindungi secara hukum, baik pulau kecil maupun konservasi di darat dan laut,” kata Arie, Selasa, 10 Juni 2025.
Sumber: Tempo
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur