POLHUKAM.ID - Labelisasi “politik identitas” yang selalu dikait-kaitkan terhadap tokoh tertentu sepertinya sengaja untuk terus dipertahankan. Narasi yang berdasarkan prasangka terkait politik identitas terus diproduksi oleh para oligarki.
Demikian disesalkan Aktivis ‘98 Faizal Assegaf dalam diskusi Republik Ayam Jago bertajuk “Aktivis Bicara Perubahan Indonesia Pasca Jokowi” yang disiarkan secara Live di YouTube Republik Merdeka TV, dikutip Kamis (14/9).
“Sehingga kan selalu muncul ini saling prasangka politik identitas intoleran dan lain-lain yang terus-menerus diproduksi oleh tangan-tangan oligarki juga,” kata Faizal.
Aktivis jebolan Univeritas Mercu Buana ini menilai perdebatan tentang relasi agama dan negara yang terus menerus diperbincangkan akan melahirkan prasangka-prasangka yang demikian itu. Ini menjadi tantangan bagi generasi mendatang untuk mengejawantahkan itu semua.
“Ada beban bagi setiap generasi dan mungkin di generasi yang datang, bagaimana memperdebatkan hubungan negara dengan kebudayaan dan negara dengan agama. Sehingga kan selalu muncul ini saling prasangka politik identitas dan lain-lain,” tuturnya.
Faizal mencontohkan, seharusnya perspektif negara terhadap politik identitas tidak memandang sebagai sebuah kuantitas, melainkan sebagai sebuah value atau nilai.
“Tradisi Jawa sebagai modal besar pembentukan persatuan nasional ini dia harus digali lebih dalam. Ini satu desain peradaban. Ada harapan,” kata dia.
Ia lantas menyinggung sosok Anies Baswrdan dan Muhaimin Iskandar yang keduanya pun sangat kental dengan kultur Jawa.
“Di sana lahir dua generasi yang sangat kental yang Jawa, Anies dan Cak Imin,” tandasnya.
Sumber: rmol
Artikel Terkait
Gibran Tak Salami AHY Diduga Imbas Isu Pemakzulan yang Disinyalir dari Partai Biru
Upacara 17 Agustus di Istana Diprediksi Penuh Drama Politik, Jokowi Bakal Absen?
Bukan Hanya AHY, Begini Tatapan Tajam Bahlil Saat Tak Disalami Gibran
Insiden Gibran Tak Salami Menteri Bukti Relasi di Kabinet Tidak Kuat