Yusril menegaskan Mahkamah Konstitusi seharusnya berperan memeriksa pelaksanaan pemilu secara substantif sejak dari proses pelaksanaannya.
"Pendapat itu ada benarnya, karena diucapkan pada tahun 2014 tiga tahun sebelum berlakunya UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu yang membagi kewenangan kasus-kasus yang terjadi dalam penyelengaraan pemilu sebagaimana diuraikan tadi,” katanya.
Yusril menambahkan pendapat Mahfud MD itu kurang tepat lantaran pernyataannya tersebut terlontar di 2014 dan tidak relevan dipakai dengan kekinian, terlebih masuk dalam petitum gugatan sengketa Pilpres 2024.
"Sebab itu, pendapat tersebut dapat dikategorikan seperti dikenal dlm ilmu fiqih yaitu kal kaudim, satu pendapat yang di mansuhkan dibatalkan atau ditinggalkan dang kal jadid atau pendapat baru. Karena, norma-norma hukum yang mendasarinya juga telah berubah, jadi tidak relevan mengutip pendapat 2014 ntuk keadaan sekarang,” katanya.
"Karena, norma hukum positif telah berubah tapi kalau mau dianggap yang ideal satu ketika, maka boleh mengadili sampai kepada subtansi penyelengaraan pemilu maka tentu tidak pada saat sekarang kita membahasnya tetapi mungkin dalam amandemen terhadap UUD 1945 dan amandemen terhadap UU pemilu itu sendiri,” tutupnya.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara