"Sejak konstitusi diamandemen tahun 1999 hingga tahun 2002, negara ini seolah dijalankan suka-suka sesuai dengan keinginan Koalisi Besar yang ada di Legislatif dan Eksekutif," tutur LaNyalla pada acara bertema 'Pancasila, IKN dan Kedaulatan Bangsa'.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan di Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, LaNyalla juga melontarkan sejumlah pertanyaan fundamental, yaitu apakah Pancasila masih ada? Apakah nilai-nilainya masih membumi sebagai denyut nadi kehidupan bangsa dan negara? Apakah isi dan bunyi pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar hasil Amandemen tahun 1999 hingga 2002 silam masih nyambung dengan teks lima sila dalam Pancasila dan dengan naskah pembukaan UUD?
Menurut Senator asal Jawa Timur itu, Pancasila memang masih ada. Hanya saja, Pancasila hadir hanya secara seremonial di upacara-upacara kenegaraan. Sementara secara nilai, demokrasi Pancasila dan sistem ekonomi Pancasila sudah hilang.
"Karena kita sebagai bangsa telah mengganti dengan sistem demokrasi liberal dan sistem ekonomi kapitalistik," ujarnya.
Ia menambahkan, Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga tahun 2002 telah mengubah wajah dan arah perjalanan bangsa. Karena, semua diserahkan kepada penentu tunggal, yaitu partai politik.
"Tidak ada lagi ruang bagi unsur golongan-golongan dan utusan dari daerah-daerah dalam posisi equal dengan DPR RI. DPD RI sebagai wakil daerah juga tidak mendapat peran yang equal dengan DPR RI. Meskipun DPD RI dipilih melalui pemilu yang sama dengan partai politik," katanya.
Celakanya, suara atau pendapat hanya dihitung sebagai angka melalui voting di parlemen. Akibatnya, partai politik kecil tidak akan pernah mampu menghadapi partai politik besar yang berkoalisi.
Begitu pula haluan ekonomi nasional yang telah bergeser dari ekonomi yang disusun atas asas kekeluargaan, dibiarkan tersusun dengan sendirinya melalui mekanisme pasar.
Sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, perlahan tapi pasti diserahkan kepada mekanisme pasar. Dan impor menjadi jalan keluar termurah, dengan dalih efisiensi.
"Inilah produk undang-undang dari Konstitusi hasil Amandemen di era reformasi kemarin," tutur LaNyalla.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara