POLHUKAM.ID -Aspek kerusakan lingkungan dinilai penting untuk dimasukan ke dalam teori dan praktik ilmu ekonomi, akuntansi, serta perpajakan.
Ekonom Yustinus Prastowo menilai, selama ini kerusakan lingkungan belum dihitung secara sistematis dalam pengambilan kebijakan maupun laporan keuangan.
"Selama ini pengakuan biaya hanya didasarkan pada pengeluaran aktual, tanpa memperhitungkan potensi dan risiko kerugian akibat rusaknya lingkungan," kata Prastowo lewat akun X pribadinya, Selasa 10 Juni 2025.
Prastowo mengusulkan agar dalam bidang ekonomi, dampak kerusakan lingkungan akibat pembangunan dan eksploitasi dapat dihitung dan dikurangkan dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Hal ini bertujuan agar terlihat jelas generasi dan sektor mana yang mewariskan masalah lingkungan ke masa depan.
Dalam konteks akuntansi, ia menyarankan potensi dan risiko kerusakan lingkungan dicatat sebagai kewajiban (liability) perusahaan. Nilai kewajiban tersebut dapat dikurangi kalau perusahaan melakukan pemeliharaan lingkungan atau membayar kompensasi.
Sementara di bidang perpajakan, ia mendorong perluasan konsep biaya 3M (mendapatkan, memelihara, dan menagih penghasilan).
Menurutnya, potensi kerusakan lingkungan tidak seharusnya diakui sebagai biaya fiskal hingga perusahaan mengambil langkah konkret memperbaiki kerusakan. Seperti menutup lubang tambang, melakukan penghijauan, dan memberikan kompensasi.
"Semoga kebijakan publik dan hukum yang berperspektif keadilan ekologis semakin mendapat tempat," pungkas Prastowo
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara