POLHUKAM.ID - Usai kisruh kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara jadi sorotan, giliran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) angkat suara soal tujuh pulau yang kini statusnya dipertanyakan
Mantan Ketua DPRD Babel, Emron Pangkapi, menegaskan bahwa tujuh pulau di kawasan Pekajang telah lama menjadi bagian dari wilayah administrasi Babel, namun saat ini justru masuk dalam kode wilayah Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau.
Emron menyebut bahwa situasi ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga menyangkut identitas dan kesejahteraan masyarakat lokal yang telah lama beraktivitas di kawasan tersebut.
Ia pun mendesak agar pemerintah pusat, khususnya Presiden Prabowo Subianto, mengambil tindakan tegas untuk mengembalikan wilayah yang disebut-sebut telah diserahkan tanpa dasar hukum yang kuat.
Permasalahan ini berawal dari pencatutan tujuh pulau yang dikenal sebagai Pulau Tujuh di kawasan Pekajang.
Pulau-pulau tersebut dulunya berada di bawah administrasi Kabupaten Bangka, khususnya Kecamatan Belinyu.
Ketika Provinsi Kepulauan Bangka Belitung resmi terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000, wilayah Pekajang otomatis masuk ke dalam Babel.
“Lampiran peta daerah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang secara jelas menyebut Pulau Tujuh masuk ke dalam wilayah Babel,” tegas Emron dalam keterangan tertulis pada Minggu, 15 Juni 2025.
Gugusan Pulau Tujuh ini secara geografis terletak di laut utara Bangka, tepatnya di Kecamatan Belinyu, dan berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau.
Menariknya, secara jarak tempuh pun pulau-pulau ini lebih dekat ke Pulau Bangka dibandingkan dengan Pulau Lingga atau Singkep.
“Dari Belinyu, bisa ditempuh nelayan dalam waktu 5 jam. Tapi kalau dari Pulau Lingga atau Singkep, butuh waktu 9 jam pelayaran,” kata Emron.
Bahkan sebelum ditetapkan sebagai wilayah Kepulauan Riau, seluruh urusan administrasi penduduk di Pulau Tujuh dilakukan oleh Pemerintah Kecamatan Belinyu.
Mulai dari penerbitan KTP hingga pelayanan masyarakat dilakukan oleh aparat dari Bangka.
Salah satu camat pada era 1990-an, Sofyan Rebuin, diketahui rutin mengunjungi wilayah ini, yang sebagian besar hanya menjadi tempat persinggahan nelayan.
Dari ketujuh pulau, hanya satu yang berpenghuni, sementara sisanya menjadi lokasi istirahat nelayan sekaligus penghasil siput gonggong, kuliner khas Bangka yang terkenal dan diwariskan secara turun-temurun.
Emron juga menjelaskan bahwa dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang pembentukan Provinsi Babel dan Kepri pada tahun 2000, persoalan batas wilayah ini sudah tuntas dibahas oleh panitia khusus (pansus).
Namun, Babel lebih dahulu disahkan pada 21 November 2000, sementara Kepri baru menyusul dua tahun kemudian karena masih menghadapi penolakan dari provinsi induk, yaitu Riau.
Masalah mulai muncul setelah Kabupaten Lingga dibentuk, dan dalam Undang-undang pembentukannya tercantum bahwa wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Laut Bangka.
Kemudian, Kementerian Dalam Negeri pada 2022 secara sepihak memasukkan Pulau Tujuh ke dalam kode wilayah Kabupaten Lingga.
“Mirip seperti yang terjadi di Aceh, batas wilayah ditentukan lewat negosiasi, bukan berdasarkan dokumen hukum yang sah,” ujar Emron.
Ia menyesalkan sikap Kemendagri yang menurutnya tidak pernah memberikan respons memadai meskipun tim dari Babel telah berkali-kali mengajukan keberatan secara resmi.
Sebagai penutup, Emron yang juga pernah menjadi Anggota MPR RI itu meminta agar Presiden Prabowo bertindak cepat dan adil dalam menyelesaikan polemik ini.
Ia menilai, pengembalian wilayah-wilayah yang secara hukum sah milik daerah tertentu dapat menjadi langkah awal dalam memperbaiki tata kelola wilayah serta mencegah praktik kesewenang-wenangan yang rawan disusupi kepentingan.
“Presiden harus bertindak demi menutup celah korupsi kebijakan wilayah seperti yang kerap terjadi di masa lalu,” tegasnya.***
Sumber: hukamanews
Artikel Terkait
Jejak Misterius Relawan Asal Solo, Diduga Otak Pembuatan Ijazah di Pasar Pramuka, Menghilang sejak Kasus Bambang Tri
Partai Ummat Bergolak, Kader Gugat AD/ART
4 Pulau Sengketa Aceh dan Sumut Kembali Disorot, Pakar Hukum Dukung Evaluasi Ulang
Keputusan Mendagri Soal Empat Pulau Aceh Jahat dan Harus Dicabut