POLHUKAM.ID - Direktur Pengembangan Big Data Institute of Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto menyatakan, memburu pajak yang membuat rakyat semakin sulit, bukan solusi menambah penerimaan negara.
"Sisi penerimaan, kalau saya rasa, lebih banyak kepada aspek-aspek bagaimana kemudian memastikan, pertama, kalau kita pengen menumbuhkan sektor riil maka aspek memburu pajak pada masyarakat yang sudah taat itu, harus dihentikan dulu," tegas Eko dalam diskusi virtual bertajuk 'Sentimen Publik terhadap Reshuffle Kabinet', Jakarta, Kamis (11/9/2025).
"Jangan kemudian masyarakat sudah masuk dalam sistem perpajakan, wajib pajaknya sudah quote and quote relatif membayar pajak dengan baik, tiba-tiba terus diusik terus untuk dipajaki lagi. Itu yang menurut saya harus dihindari," lanjutnya.
Ia menyebut, justru pemerintah harusnya melakukan tiga hal ini, yaitu pertama perlunya meningkatkan optimisme sektor swasta sebagai sektor yang mendominasi perekonomian Indonesia melalui paket kebijakan berdampak, yakni kebijakan yang menyasar gerak konsumsi kelas menengah.
Kedua, lanjutnya, pentingnya meningkatkan akses likuiditas (kredit) ke sektor UMKM.
Ketiga, optimalkan program-program peningkatan skill bagi para wirausaha, untuk meningkatkan produktivitas pada saat ekonomi mulai membaik.
"Lalu atasi kendala-kendala investasi di sektor industri yang dapat meningkatkan reputasi bisnis seperti pemberantasan premanisme, biaya-biaya siluman perizinan, dan lain-lain, dan daya saing sektor industri seperti keterjangkauan harga gas, internet cepat, tenaga kerja profesional dan lain-lain," tandasnya.
Menkeu sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati semat menyampaikan kabar baik terkait pajak.
Tidak ada kenaikan dan penerapan pajak baru hingga 2026.
Hal ini dia sampaikan saat rapat kerja dengan Komite IV DPD bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, hingga Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo secara daring, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
"Karena kebutuhan negara dan bangsa begitu banyak maka pendapatan negara terus ditingkatkan tanpa ada kebijakan-kebijakan baru," kata Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, belanja negara pada tahun depan telah dirancang pemerintah dalam RAPBN 2026 senilai Rp3.786,5 triliun, sedangkan target pendapatan negara Rp3.147,7 triliun.
Sebagian besar pendapatan negara, ditopang pajak sebesar Rp2.357,7 triliun dengan kenaikan 13,5 persen ketimbang proyeksi pengumpulan pajak tahun ini.
Dengan pesatnya kenaikan target penerimaan pajak pada 2026, Sri Mulyani memastikan, langkah-langkah yang ditempuh pemerintah bukan dengan mengenakan jenis-jenis pajak baru maupun menaikkan tarifnya.
"Sering dalam hal ini dari media disampaikan seolah-olah upaya untuk tingkatkan pendapatan kita menaikkan pajak, padahal pajaknya tetap sama," tegas Sri Mulyani.
Ketimbang mengenakan jenis pajak baru dan menaikkan tarif pajak, ia mengatakan, pemerintah memilih opsi untuk memperbaiki layanan administrasi pajak untuk mendorong kepatuhan pajak, di samping dengan memperkuat pengawasan kepatuhan wajib pajak.
"Enforcement dan sisi compliance kepatuhan dirapikan, ditingkatkan. Sehingga, bagi mereka yang mampu dan berkewajiban membayar pajak, tetap membayar. Dengan mudah dan patuh. Sedangkan yang tidak mampu, dan masih lemah, akan dibantu secara maksimal," pungkasnya.
Sumber: Inilah
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid