Urgensi Menghidupkan (Kembali) Siskamling

- Minggu, 14 September 2025 | 17:35 WIB
Urgensi Menghidupkan (Kembali) Siskamling


Surat Edaran Mendagri Nomor 300.1.4/e.1/BAK tertanggal (3/9/2025) tentang peningkatan peran Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) untuk Kondusivitas Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat (Trantibumlinmas) di daerah, bukan produk hukum yang mengikat.

Maka Pemerintah Daerah (Pemda) tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaksanakannya. Sehingga kehadiran pejabat dan staf  Kemendagri melakukan sosialisasi dan promosi SE Mendagri tersebut tidak sesuai dengan Inpres No.1 Tahum 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD TA.2025.

Sebelumnya, Kemendagri menjelaskan bahwa SE Mendagri tersebut memuat tiga hal pokok, yaitu: Pertama, mendukung keamanan dan ketertiban di tingkat desa/kelurahan. Kedua, menghidupkan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) kembali dan ronda di tingkat RT/RW.

Ketiga, melaporkan kegiatan melalui sistem manajemen terintegrasi (SIM Linmas). Kemendagri juga menjelaskan bahwa pelaksanaan SE Mendagri tersebut harus diterapkan dengan mengedepankan peran serta dan partisipasi masyarakat secara luas, wadahnya adalah Satlinmas dan instrumennya adalah Siskamling. 

Siskamling dimasa orde baru lekat dengan peran serta masyarakat dalam menjaga trantibumlinmas. Selain dianggap efektif dan efisien, peran serta masyarakat dirasa masih sangat relevan dimasa kini untuk mengaktualisasikan netizen citizenship dalam menangkal hoax dan provokasi digital.

Dirjen Bina Adwil, Kemendagri, Safrizal ZA menjelaskan bahwa semangat dari SE Mendagei tersebut harus mendapat atensi dari Kepala Daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota beserta segenap jajaran Pemda dalam pelaksanaannya, karena stabilitas dan kondusivitas daerah merupakan fondasi bagi stabilitas dan kondusivitas nasional.

Kemendagri Melempar Tanggung Jawab 

Kegagalan Pemerintah khususnya Mendagri Tito Karnavian dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo melakukan deteksi dini gejolak sosial tidak dapat dibebankan kepada Pemda. Kemendagri yang memiliki perangkat intelijen di seluruh badan kesatuan bangsa dan politik (Kesbangpol), aparatur hingga RT/RW, lingkungan, dan dusun.

Demikian juga Polri yang memiliki perangkat intelijen dan keamanan (Intelkam) serta Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di tingkat desa/ kelurahan. Namun perangkat Polri juga tidak berhasil mengantisipasi gejolak sosial.

Maka yang harus dilakukan oleh Mendagri, Tito Karnavian adalah permintaan maaf dan “lengser keprabon”. Sebab Kemendagri tidak mampu berperan sebagai pembina dan pengawas kepala daerah serta tidak mampu mengoptimalkan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Kemendagri seharusnya mampu mengantisipasi kemarahan rakyat Pati, Jawa Tengah saat bupatinya menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250%. Namun Gubernur Jawa Tengah tidak mampu menjalankan tugas sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam membina dan mengawasi Bupati Pati.

Ketidakmampuan Kemendagri dan Polri menciptakan kondusivitas penyelenggaraan ketentraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat tidak serta merta dibebankan kepada Pemda. Sehingga bukan aktivasi Siskamling yang harus dilakukan Mendagri dan Kapolri, tetapi mundur. 

Aksi massa yang dimulai dari Pati, Jawa Tengah lalu diikuti aksi siswa, mahasiswa dan buruh, di berbagai daerah tidak ada hubungannya dengan Siskamling. Aksi rakyat berhubungan dengan tata kelola pemerintah yang buruk. Maka perilaku pemerintah yang harus berubah, bukan aktivasi Siskamling.

Siskamling dapat diaktivasi dengan syarat 

Meski tidak memiliki relevansi antara ide aktivasi Siskamling dengan dinamika sosial masyarakat, namun ide aktivasi Siskamling dapat dihidupkan (kembali) dengan syarat sebagai berikut:

Pertama, bahwa jika terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa aktivasi Siskamling, maka Presiden Prabowo dapat mengeluarkan Perppu Siskamling. Kemudian dilanjutkan dengan persiapan pembentukan kementerian/ lembaga Siskamling, jadi dasarnya bukan SE Mendagri.

Kedua, bahwa pemerintah harus membentuk kementerian/ lembaga urusan Siskamling, tidak di bawah Kemendagri dan Polri. Kepala lembaga/ kementerian Sikamling setara Menteri, maka Tito Karnavian, Agus Andrianto, atau Listyo Sigit Prabowo dapat ditugaskan dalam kementerian/ lembaga urusan Siskamling.

Ketiga, bahwa sebelum dilakukan rekrutmen petugas Siskamling sebagai ASN baru, maka pemerintah dapat menjadikan seluruh ASN dan anggota Polri sebagai petugas Siskamling. Sebab seluruh ASN dan anggota Polri pasti memahami tugas pokok, fungsi penyelenggaraan ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.

Keempat, bahwa seluruh petugas Siskamling harus diangkat sebagai ASN, bukan P3K penuh/ paruh waktu, dimana proses rekrutmen dan gajinya dianggarkan dalam APBN. Maka sebagian ASN di Kemendagri dan anggota Polri dapat dialihtugaskan sebagai petugas Siskamling.

Kelima, bahwa seluruh anggaran untuk mengaktivasi (kembali) Siskamling harus dibebankan kepada APBN. Pemerintah dapat memangkas anggaran Kemendagri dan Polri untuk membiayai seluruh anggaran aktivasi Siskamling.

Presiden Prabowo diminta untuk menertibkan para pembantunya agar tidak memiliki agenda sendiri- sendiri dengan menerbitkan surat edaran. Sebab tidak lama berselang dari terbitnya SE Mendagri tersebut, tiba- tiba ada pejabat negara yang datang ke pos keamanan lingkungan (poskamling), ikut ronda bersama warga dan sejumlah lensa kamera.

Minggu, 14 September 2025

Sutrisno Pangaribuan
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Presidium Pergerakan Rakyat Indonesia Makmur Adil (Prima)
Direktur Eksekutif  Indonesia Government Watch (IG-Watch)
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan POLHUKAM.ID terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi POLHUKAM.ID akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar