Sejumlah perusahaan teknologi rintisan (startup) Indonesia juga tengah menghadapi permasalahan yang dikenal sebagai fenomena bubble burst. Mengutip laman Investopedia, fenomena ini merupakan kondisi bisnis yang cepat mengalami kenaikan, tetapi cepat juga mengalami penurunan.
Adanya fenomena pecahnya gelembung tersebut disebabkan saat ini perusahaan startup sulit untuk mendapatkan pendanaan serta tidak mempunyai aset. Padahal, untuk meraih pengguna, kebanyakan dari startup harus melakukan strategi bakar uang seperti promosi melalui televisi, baliho, digital, program cashback, hingga diskon besar-besaran.
Ditambah lagi, dengan The Fed yang juga melakukan kebijakan menaikkan suku bunga sehingga investor-investor luar negeri cenderung menarik dana mereka dan memilih untuk menyimpan uang mereka daripada berinvestasi ke industri teknologi di Indonesia.
Hal ini berimbas pada makin selektifnya investor dalam memberikan pendanaan kepada perusahaan rintisan (startup). Menurut Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (AFTEC) Rudiantara, saat ini banyak modal ventura yang mulai beralih fokus di mana mulai melihat kinerja keuangan perusahaan dibanding melihat traction dari para startup ini.
Traction ialah melihat seperti jumlah pengguna atau pengunduh dan loyalitas pengguna terhadap jasa atau produk startup tersebut. Di mana, terkadang untuk mencapai traction yang bagus, para startup ini melakukan berbagai cara yang salah satu nya adalah dengan melakukan strategi bakar uang.
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid