Dia mengatakan bahwa pemerintah juga tetap berupaya mematangkan peraturan pendukung pemberlakuan pajak karbon. Febrio juga mengatakan hal tersebut dilakukan bersama dengan seluruh pihak terkait, termasuk Kemenkeu.
Selain itu, proses penyempurnaan peraturan pendukung tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.
Sementara itu, kata Febrio, sebab proses pematangan skema pasar karbon termasuk peraturan teknisnya gang didukung oleh Pajak Karbon belum bisa direalisasikan. Atas dasar itu pemerintah menunda pemberlakuan Pajak Karbon yang semula akan diterapkan pada Juli 2022.
Kendati demikian, Febrio mengatakan bahwa Pajak Karbon tetap dikenakan pada bidang PLTU batu bara dengan mekanisme pajak yang berlaku. Dia juga menerangkan bahwa penetapan Pajak Karbon guna mendorong pelaku ekonomi berpindah ke aktivitas ekonomi hijau yang dinilai rendah karbon.
Pemerintah juga tetap menjadikan penerapan Pajak Karbon pada tahun 2022 sebagai capaian strategis (deliverables) yang menjadi contoh dalam pertemuan tingkat tinggi G20.
"Termasuk bagian dari deliverables ini, Pemerintah juga mendorong aksi-aksi mitigasi perubahan iklim lainnya, di antaranya melalui mekanisme transisi energi (Energy Transition Mechanism/ETM) yang di satu sisi memensiunkan dini PLTU Batubara (phasing down coal) dan di sisi lain mengakselerasi pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonominya," tutup Febrio.
Sumber: suara.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid