5 Hoaks yang Bantu Marcos Jr Menangi Pilpres Filipina, Rezim Diktator Diklaim Zaman Keemasan

- Rabu, 18 Mei 2022 | 15:20 WIB
5 Hoaks yang Bantu Marcos Jr Menangi Pilpres Filipina, Rezim Diktator Diklaim Zaman Keemasan

Salah satunya mengeklaim bahwa Filipina adalah negara terkaya kedua di Asia setelah Jepang selama rezim Marcos. Klaim tersebut diunggah di Facebook pada Maret 2020 dan dibagikan sekitar 300 kali.

Namun, menurut para ahli, data ekonomi pada zaman Marcos menceritakan kisah yang sangat berbeda. Produk domestik bruto Filipina beranjak dari peringkat ke-5 di Asia pada awal pemerintahan diktator tersebut menjadi ke-6 pada 1985, saat negara itu mengalami resesi yang dalam.

Unggahan lain di Facebook pada Oktober 2020 mengeklaim Marcos dan Jose Rizal mendirikan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Klaim ini dibagikan hampir seratus kali. Padahal, kedua lembaga tersebut dibentuk pada 1944, 5 dekade setelah kematian Rizal dan 2 dekade sebelum Marcos terpilih sebagai presiden Filipina.

4. Tak ada korupsi

Mahkamah Agung Filipina menyatakan pada 2003 bahwa pendapatan sah Marcos dan istrinya, Imelda, selama 20 tahun berkuasa adalah USD 304.372,43. Namun, lebih dari USD 658 juta ditemukan di rekening bank Swiss mereka.

Pengadilan pun memerintahkan mereka mengembalikan uang di bank Swiss itu kepada pemerintah. Ini baru sebagian kecil dari dugaan USD 10 miliar yang dijarah dari kas negara selama rezim.

Namun, akun Facebook 'Ghee Vin Walker' mengeklaim pada 2018 bahwa tak ada pengadilan yang pernah memutuskan keluarga Marcos mencuri uang dari kas negara. Klaim ini dibagikan hampir 9 ribu kali.

Banyak warga Filipina telah tertipu, sehingga percaya bahwa Marcos menghasilkan kekayaannya ketika ia menjadi pengacara, sebelum menjadi presiden. Salah satu klaim yang diunggah di laman Facebook 'Gabs TV' pada September 2020 menegaskan kalau Marcos menerima pembayaran emas besar-besaran dari klien pada 1949.

5. Meremehkan pelanggaran HAM

Amnesty International memperkirakan pasukan keamanan Marcos membunuh, menyiksa, memerkosa, memutilasi, atau menahan paksa sekitar 70 ribu oposisi. Namun, sebuah video menyesatkan yang diunggah di Facebook selama kampanye Pilpres 2022 untuk berusaha mengecilkan masalah pelanggaran HAM Marcos. 

Video itu menunjukkan mantan Presiden Marcos menuduh kelompok HAM tersebut tak mengunjungi Filipina dan mengandalkan 'desas-desus' dalam menyusun laporan pelanggaran HAM selama rezimnya. Video ini dibagikan lebih dari 3 ribu kali dan dilihat 184 ribu kali.

Padahal, sejumlah catatan sejarah menunjukkan Amnesty International mengunjungi Filipina setidaknya 2 kali selama kepresidenan Marcos.

Kongres Filipina rencananya akan bersidang pada akhir Mei untuk menetapkan hasil Pemilu. Kemudian, mereka akan mengumumkan secara resmi pemenang Pemilu, termasuk presiden baru Filipina.

Sumber: akurat.co

Halaman:

Komentar

Terpopuler