Sebenarnya yang dulu tertutup ya yang mengubah itu usul saya sebagai ketum Golkar karena agak rakyat memilih wakil yang dia kenal, ya tidak hanya nomor-nomor.
Kalau terbuka yang kampanye calon itu sendiri jadi partai agak bebannya tidak sesusah tertutup, kalau tertutup ya kampanye partai dan calon yang aktif paling hanya 3 atau 4 kan nomor-nomor yang lain buat apa, dan cara hitungnya gampang, partai saja, jadi kalau tertutup lebih sederhana.
Kalau (terbuka) ini bukan sedikit rumit, tapi rumit dan sulit, sampai dihitungnya 20 jam dan itulah yang membuat penyelenggara TPS kelelahan sehingga banyak yang meninggal.
Tapi sekarang ini saya pikir apapun pilihannya itu benar mau tertutup terbuka oke saja, lama-lama nanti saya kira untuk meringankan benar karena juga pada praktiknya 90 persen yang terpilih itu tetap nomor yang di atas.
Hasilnya tetap sama, cuma satu kebaikannya calon itu kenal rakyatnya dan rakyat kenal orang itu tahu siapa yang dipilih, itu penting bagaimana mengombinasikan itu.
Banyak orang berpendapat lebih cenderung support pak Anies Baswedan karena sama-sama KAHMI, bener gak Pak?
Ya tentu ada saja pilihan-pilihan bukan hanya karena kedekatan, saya juga selalu saya bilang saya pilih karena kriteria.
Kiterianya punya elektabilitas/integritas yang kuat, kedua itu punya pengalaman, ketiga punya kecerdasan.
Baca juga: Mengenal Ari Yusuf Amir, Ketua Tim Hukum Anies Baswedan Jelang Pilpres 2024, Intip Rekam Jejaknya
Kalau dia wali kota bolehkan tapi kalau calon gubernur tanpa pengalaman pemerintahan, kenapa waktu itu Bu Mega meminta saya mendampingi Pak Jokowi karena saya dianggap berpengalaman di pemerintahan.
Keempat track record yang baik, nah dari kriteria kriteria itu yang paling mendekati ya Anies Baswedan, dia pernah sekali jadi gubernur pernah menteri, dan itu penting.
Bagaimana kalau Pak Jokowi hanya dua tahun jadi gubernur, menteri tidak pernah, karena itu ya saya dampingi.
Kalau menurut Pak JK yang pas mendampingi Anies Baswedan itu yang punya pengalaman juga untuk menutup kekurangannya?
Ada dua syarat, pertama ya punya elektabilitas juga sehingga membawa suara ya katakanlah 15-20 persen.
Sehebat-hebatnya calon itu membawa suara tidak lebih dari 35 persen, jadi harus ada yang sampai 15-20 persen.
Coba lihat survei-survei itu tak pernah lebih dari 30 persen, 20 persen malah. Kedua, bisa membantu dalam pemerintahan, punya pengalaman juga supaya jangan hanya menjadi ban serep.
Kalau Pak JK kecenderungan seperti itu, apa yang bapak support nanti untuk Pak Anies Baswedan?
Kita lihat perkembangan yang ada, kampanye debat-debat itu muncul ketahuan, kecerdasan pengalaman, track recordnya apa yang dibuat sebelumnya.
Apakah logistik dan dana itu jadi faktor utama dari proses kampanye dan seseorang bisa jadi presiden-wapres?
Faktor utama tetap orangnya tetapi harus didukung oleh sistem logistik pasti, contohnya begini untuk mencapai 20 persen, partai-partai masih butuh biaya, masa kampanye bukan.
Saya punya teman perdana menteri Singapura, anda naik mobil dari ujung timur Jawa Barat itu bisa satu Singapura, tapi Indonesia ini dari timur ke barat butuh tujuh jam.
Siapa pun didatangi, dan semua itu lihat saja semua charter pesawat karena waktu kampanye 75 hari kalau mau pake pesawat ya enggak sampai-sampai.
Baca juga: Jelang Pilpres 2024, Prabowo Subianto Sebut Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo Putra Terbaik Bangsa
Logistik kampanye kita buat acara-acara belum lagi sekarang ini sudah main amplop.
Amplop itu tidak banyak pengaruh, contohnya ini saya punya ART pulang kampung lima tahun sekali, saya tanya bagaimana di kampung? Ya pak saya terima 15 amplop, dari provinsi kabupaten-kota, semuanya bawa amplop, nah itu siapa yang dia pilih tidak jelas kan? Ini terlalu banyak, tapi bagi orang di kampung ya terima saja.
Bagi orang Indonesia ini kalau running jadi presiden ini selama kampanye saja perlu Rp100 triliun? Kebanyakan enggak?
Kebanyakanlah
Berapa pak?
Pengalaman saya itu tahun 2014 itu saya pas wakil presiden itu kita bagi kira-kira keluar Rp2 triliun
Pengeluaran terbesar pada saksi atau apa?
Saksi, itu sudah lebih dari Rp1 triliun. Selebihnya buat kampanye. Kira-kira ya Rp3 triliun (Tribun Network/Reynas Abdila)
Sumber: kaltara.tribunnews.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid