Ketika tengah hamil delapan bulan pada 2001, Jane Doe I mengaku diserang tentara. Menurutnya, tentara itu memaksanya untuk melompat berulang kali.
Perempuan tersebut mengidentifikasi penyerangnya sebagai tentara dengan baret bertuliskan 113. Tentara itu, kata dia, bekerja untuk ExxonMobil.
Tentara itu tiba dan berangkat dengan truk dengan logo untuk unit tentara dari batalion 113 dan stiker merah bertuliskan, "Allah Maha besar".
Kesaksian ini dikuatkan oleh keterangan saksi lain yang dapat mengidentifikasi truk yang sama dengan stiker yang sama karena setiap hari menunggu bus sekolah di luar fasilitas ExxonMobil.
Dokumen memorandum opini ini juga menyebutkan - mengutip dari laporan surat kabar lokal dari dokumen-dokumen Exxon sendiri - bahwa Batalion 113 ditempatkan di dan di dekat berbagai lokasi yang dioperasikan Exxon.
Atas bukti-bukti itu, pengadilan memutuskan bahwa juri " dapat menyimpulkan, terdapat hubungan kerja antara tentara dengan terdakwa (ExxonMobil)… terdapat bukti cukup dari hubungan fungsional antara tindakan tentara dengan hubungan kerjanya dengan terdakwa".
Jane Doe II
Dia mengaku suaminya (John Doe VIII) ditembak mati personel keamanan ExxonMobil hingga tewas saat bekerja di sawah pada 4 Desember 2000.
Jane Doe II menyaksikan oknum tentara berada di desanya, mendengar tembakan, dan melihat seorang lelaki ditembak tentara di sawah.
Jane Doe mengatakan dalam keterangannya bahwa "tentara Exxon" membunuh suaminya. Ia menghubungkan tentara dengan ExxonMobil melalui truk dari Klaster 4 yang berjarak sekitar tiga sampai empat kilometer dari rumahnya.
Kepala desa di tempat tinggal penggugat bersaksi, pada pagi hari, ia menyaksikan sejumlah truk militer dan prajurit tiba di desa dari Klaster 4 di dalam wilayah ExxonMobil.
Pengadilan menulis, "terdakwa mengatakan ,'tidak ada bukti' yang menghubungkan penembakan dengan ExxonMobil. Mereka salah."
Pada Desember 2020, jumlah tentara yang ditempatkan di seputar Ladang Gas Arun, mendekati 1.000 personel, atau rata-rata 20% dari total jumlah tentara di wilayah itu.
Jane Doe III
Dia mengeklaim bahwa personel keamanan ExxonMobil membunuh dan menghilangkan jenazah suaminya, John Doe IX, pada 17 September 2000.
Dia mengatakan suaminya adalah pedagang ikan keliling yang sering berjualan di di pasar Desa Paya Brandang. Ini adalah lokasi kamp pekerja yang dikelola oleh Exxon dan dijaga tentara.
Dia menunjukkan bukti dari saksi mata yang bekerja di kamp itu bahwa suaminya dibunuh oknum tentara di sana.
Dia memberikan kesaksian bahwa pada 4 Desember 2000, suaminya, John Doe X, dibunuh oleh oknum tentara, (hari yang sama dengan pembunuhan suami Jane Doe II) saat bekerja di sawah di kampung mereka yang berjarak satu kilometer dari Klaster 4.
Berdasarkan keterangan dua saksi mata, oknum tentara penembak suaminya adalah penjaga gerbang ExxonMobil yang sering menggertak anak-anak dalam perjalanan dari dan ke sekolah.
Seorang tetangga yang menyaksikan pembunuhan John Doe X, berjalan setiap hari melewati Klaster 4. Dia bersaksi bahwa ia mengenal enam tentara yang memang berjaga-jaga di dalam dan luar kluster.
Berdasarkan bukti itu, pengadilan memutuskan, juri dapat menemukan bahwa tentara yang membunuh suami Jane Doe IV adalah tentara yang sama yang disewa dan diawasi oleh terdakwa, ExxonMobil.
Dia menyaksikan pada Januari 2001, suaminya, John Doe I (yang telah meninggal pada 2003), dibawa pulang ke rumahnya oleh tentara setelah beberapa hari menghilang.
Saat tiba di rumah, ia menyaksikan suaminya hanya mengenakan pakaian dalam, tangannya dipotong, dan kehilangan salah satu matanya.
Ia menambahkan, suaminya sangat kesakitan, syok, dan menangis sepanjang malam.
Kemudian ketika bisa berbicara, suaminya menceritakan bahwa ia diculik oleh tentara yang bekerja di Poin A - tempat pasukan pengaman ExxonMobil. Di sana tangannya dipotong dan matanya diambil.
Ia bercerita kepada istrinya bahwa ia dibawa oleh "Tentara Exxon" yang membawanya ke pos Exxon dan menyiksanya.
John Doe I adalah penjual sayur dengan menggunakan sepeda motor.
Rute sehari-harinya adalah dari Poin A dan Klaster 3, yang dioperasikan oleh terdakwa.
John Doe I mengenal tentara yang ditempatkan di sepanjang rute ia berjualan.
Berdasarkan bukti itu, pengadilan memutuskan, "juri dapat menyimpulkan bahwa tentara yang menculik dan menyiksa John Doe bekerja di Poin A dan menjaga keamanan bagi terdakwa."
Pada Juli tahun 2000, Jane Doe VI mengaku putranya, John Doe III, ditembak dan dipukul oleh tentara yang menjaga Klaster 2.
Pada bulan Juli itu, banyak penduduk desa berjalan di sepanjang "Jalan Exxon" menuju Poin A untuk meminta perlindungan.
Dokumen internal dan email terdakwa menyebutkan bahwa ketika ribuan penduduk desa mencari perlindungan di Poin A, tentara melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan penduduk.
Jane Doe VI dan dua anak lain yang masih kecil tengah berjalan menuju Poin A dan melewati Klaster 2, fasilitas yang dioperasikan terdakwa.
Ketika Jane Doe IV dan keluarganya tiba di fasilitas itu, sejumlah tentara keluar dari Klaster 2 dan menembak John Doe III dan kemudian memukulnya.
Jane Doe VII menuding bahwa pada 1999, "personel keamanan ExxonMobil" membakar rumah mereka.
Dia juga menuding bahwa pada 2003, suaminya, John Doe V, yang kini telah meninggal, dipukul selama tiga sampai empat hari.
Anak mereka juga menyaksikan ayahnya dibawa ke truk militer, tempat John Doe V ditutup matanya dan dipukuli. Sekembali ke rumah, John Doe V menangis karena luka-luka akibat disiksa oleh "Tentara Exxon" yang ia tahu namanya.
"Personal keamanan ExxonMobil…menahan dan menyiksa" selama beberapa bulan, kata John Doe II.
Pada 11 Agustus 1999, John Doe II diserang dan dibawa dari warung makanan di dekat Klaster 4. Penggugat menyatakan bahwa tentara yang memukul dan membawanya berasal dari Klaster 4 dan ditugaskan di fasilitas ExxonMobil.
Bukti utama klaim John Doe II adalah dari kesaksiannya dan juga kesaksian pemilik warung.
John Doe II bersaksi bahwa saat ia menunggu pesanan sarapannya, ia melihat sejumlah tentara keluar dari Klaster 4 dan mendekati warung.
Baik John Doe II dan pemilik warung mendengar bunyi tembakan ketika tentara meninggalkan klaster. Penduduk yang berada di sekitar lari karena bunyi tembakan, namun John Doe II tidak lari, sebelum akhirnya ia dikepung tentara.
Tentara ini memukulnya dengan tangan dan popor senjata.
Tentara yang sama menahan John Doe II selama 51 hari dan menghadapi penyiksaan mengerikan.
Pemilik warung mengeklaim bahwa tentara berasal dari "Mobil" karena mereka pelanggan warungnya. Dia juga tinggal tak jauh dari Klaster 4 dan mengenal wajah para tentara yang "berjaga di gerbang."
Penggugat menuding bahwa pada Juli 2000, saat ia kembali ke rumah, ia dibawa personal keamanan ExxonMobil yang menahan dan menyiksanya selama berminggu-minggu.
Namun sebelum itu, tepatnya pada malam tanggal 29 Juli 1999, ia dicegat sekembalinya dari mengambil gaji dari Paya Bakong ke Matang Kuli.
Jalan antara dua lokasi ini melalui Klaster 4, dan ia dicegat sekitar 150 meter dari Klaster 4 oleh selusin tentara.
Tentara itu menutup kepalanya dengan karung. Saat itu gelap dan ia tidak melihat wajah para tentara itu.
ExxonMobil menyatakan bahwa John Doe IV tidak bisa mengidentifikasi tentara yang mencegatnya. Namun penggugat menekankan bahwa cukup bukti bagi juri di pengadilan untuk bisa menyimpulkan bahwa tentara yang menahan John Doe IV ditugaskan di fasilitas terdakwa. Pengadilan sepakat.
John Doe IV telah menerangkan bahwa ia mengetahui daerah di seputar itu termasuk Klaster 4 dan bahwa ia "sering melihat tentara keluar dari Klaster 4 untuk melakukan patroli rutin di sepanjang jalan."
John Doe IV mengeklaim bahwa pada malam tanggal 29 Juli, 1999, "tentara yang mencegatnya adalah bagian dari mereka yang melakukan patroli rutin karena ia dicegat pada waktu yang bersamaan mereka berpatroli."
"Apa yang saya tahu adalah tentara yang masuk dan keluar area Exxon, tinggal di sana, kendaraan mereka di sana di dalam pagar Exxon, jadi berarti mereka adalah tentara yang menjaga Exxon."
Tentara yang mencegatnya menuduhnya sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka, GAM, memukulnya dan mengukir tulisan 'GAM' di punggungnya. Ia dibawa ke truk, dan mendengar tentara membawanya ke A-13.
Para penduduk desa mengetahui tempat ini sebagai "tempat penyiksaan".
John Doe IV tak mengetahui secara persis ke mana ia dibawa, namun ia berasumsi dibawa ke A-13 karena selama beberapa minggu berikutnya, ia disiksa, dipukul, disayat dengan pisau, tetap diikat dan dipaksa buang air kecil dan buang air besar di tempat dia diikat.
Memoranda opini menyebutkan bahwa ada bukti cukup untuk Pengadilan menyimpulkan bahwa tentara yang ditempatkan di A-13 adalah mereka yang menjaga keamanan terdakwa.
Dia mengaku, pada Januari 2001, didatangi oleh personel keamanan ExxonMobil yang kemudian membawanya ke dalam gudang di fasilitas perusahaan itu.
Lalu, katanya, pasukan itu memukulinya dengan keras dengan menggunakan tangan, tendangan kaki, bot dan popor senjata sambil memainkan musik secara keras. John Doe VII dan seorang penduduk desa lain ditahan semalam dan dibebaskan keesokan harinya. Ibu penggugat mengumpulkan sejumlah penduduk dan melakukan protes di Gerbang A-1 agar anaknya dikembalikan.
Penggugat mengajukan bukti dua saksi mata, termasuk satu orang yang ditahan bersamanya semalaman oleh pasukan keamanan ExxonMobil.
John Doe VII dan seorang penduduk yang ditahan bahkan bisa mengidentifikasi tentara dengan menyebut nama. Tentara yang sama sering melakukan patroli di fasilitas Exxon.
Salah seorang tentara disebut bernama Razali yang sering berpatroli di desa-desa sekitar.
John Doe VII bahkan menyebut Unit 111 dan 113 serta komandan tentara "Pak Anggis".
Dokumen internal terdakwa juga menyebut nama "Anngit (ejaan berbeda dengan Anggis) Exxon dan Komandan Batalion Infanteri 113. Dokumen internal itu juga menyebutkan pengerahan Batalion 113 dan memasok unit itu dengan kendaraan dan bahan bakar.
Pengadilan mencatat bahwa para saksi bahkan mengidentifikasi oknum tentara itu dengan nama.
Pengadilan juga menyatakan, pembelaan ExxonMobil yang menyebut bahwa tidak ada "bukti pertama yang menghubungkan luka-lukanya dengan para terdakwa" sebagai hal yang "tidak pantas."
Ladang gas alam ini dikelola oleh ExxonMobil hingga Oktober 2015. Pertamina secara resmi mengakusisi tiga aset ExxonMobil di Aceh yaitu Blok B, Blok North Sumatera Offshore (NSO), dan PT Arun NGL di Aceh.
Korban warga sipil yang menggugat ExxonMobil ini hanyalah sebagian kecil dari total jumlah keseluruhan dalam konflik Aceh selama lebih dua dekade.
Menurut Amnesty Internasional, antara 10.000 sampai 30.000 orang, termasuk banyak warga sipil, tewas dalam konflik antara pasukan pemerintah Indonesia dan GAM sejak 1976 sampai 2005.
Amnesty menyebut "pihak berwenang Indonesia hampir sepenuhnya gagal dalam tugasnya untuk memberikan kebenaran, keadilan, dan perbaikan kepada puluhan ribu korban dan anggota keluarga mereka."
Presiden Joko Widodo secara resmi mengakui tiga peristiwa di Aceh, Jambo Keupok, Rumoh Geudong, Pidie, dan Simpang KKA, Aceh Utara, termasuk di antara 11 kasus pelanggaran HAM berat.
Presiden Jokowi lantas membentuk tim penyelesaian non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat di Masa Lalu (PPHAM) melalui Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2022.
----
Wartawan di Aceh, Hidayatullah, berkontribusi dalam artikel ini
Sumber: bbc.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid