"Kita sebagai publik jadi kehilangan salah satu indikator penting dalam menilai atau dalam memilih siapa caleg yang mau kita pilih," kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati kepada BBC News Indonesia, Kamis (18/05).
Nisa - sapaan Khoirunnisa Nur Agustyati - mengatakan banyak warga tidak mengenal sama sekali bakal caleg maupun calon DPD di lingkungannya. Padahal, melalui laporan harta kekayaan ini bisa menjadi keuntungan juga bagi bakal calon untuk menunjukkan kejujurannya.
"Jadi, itu yang penting buat publik, karena sekarang publik nggak bisa mendapat informasi yang utuh," tambah Nisa.
Selain itu, ketiadaan syarat wajib lapor harta kekayaan ini ia sebut sebagai "kemunduran" dibandingkan pemilu 2019 silam. Musababnya, pemilih tak punya lagi pegangan untuk mengukur calon-calon petahana melalui laporan harta kekayaannya maupun kinerjanya selama lima tahun terakhir.
Bukan hanya itu, Perludem mengatakan pemilu akan datang mengalami kemunduran karena terdapat aturan KPU yang bisa mencederai hak politik perempuan.
"Komitmen pencegahan korupsinya, ya melalui laporan LHKPN ini," kata Nisa, sambil menambahkan ketiadaan aturan wajib lapor LHKPN ini hanya menguntungkan pihak partai politik karena "tidak perlu repot mengumpulkan dokumen".
KPU berjanji akan memasukkan syarat wajib lapor harta kekayaan dalam peraturan terbaru yang sejauh ini masih dibahas.
"KPU saat ini sedang legal drafting rancangan peraturan KPU tentang penetapan calon terpilih," kata anggota KPU, Idham Kholik dalam pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Kamis (18/05).
Idham mengatakan, substansi dari aturan wajib laporan harta kekayaan yang berlaku pada pemilu 2019, tetap akan dimuat KPU dalam aturan teknis tentang penetapan calon terpilih.
"Dalam waktu dekat KPU baru akan menyelesaikan rancangan peraturan teknis tentang pemungutan dan penghitungan suara. Pasca peraturan teknis tersebut, KPU akan menyelesaikan rancangan peraturan teknis tentang rekapitulasi hasil perolehan suara peserta pemilu.
"Baru setelah itu, KPU akan menyelesaikan rancangan peraturan teknis tentang penetapan hasil pemilu atau penetapan calon terpilih," lanjut Idham.
Bagaimanapun, Nisa dari Perludem pesimistis KPU bisa mengubah aturan ini, berkaca dari tidak adanya perubahan dalam aturan keterwakilan bakal caleg perempuan yang kontroversial.
Menurut Nisa, KPU tidak bisa "mandiri dan independen" dalam mengambil keputusan, termasuk persoalan syarat lapor harta kekayaan caleg dan calon DPD terpilih.
"Akhirnya melihat tata kelola penyelenggaraan pemilu ini mengalami kemunduran," jelas Nisa.
KPU telah menutup pendaftaran bakal caleg dari 18 partai politik pada hari Minggu (14/05).
Selanjutnya, KPU akan melakukan verifikasi administrasi para bacaleg yang didaftarkan sekitar satu bulan, mulai 15 Mei hingga 23 Juni 2023.
"Ada dua kategori yang digunakan untuk penilaian dan penelitian. Yang pertama, kebenaran dokumen persyaratan dan juga keabsahan dokumen persyaratan," kata Ketua KPU Hasyim Asy'ari kepada media, Minggu (18/05).
Setelah itu, KPU akan memberikan kesempatan pada calon untuk melakukan perbaikan persyaratan pada 26 Juni - 9 Juli, yang dilanjutkan verifikasi kembali oleh KPU sampai 6 Agustus.
KPU menyusun daftar calon sementara (DCS) pada 6 Agustus sampai 23 September, sebelum akhirnya menyusun daftar calon tetap (DCT) pada 24 September sampai 3 November.
Pemungutan suara legislatif, DPD, presiden dan wakil presiden akan serentak dilakukan 14 Februari 2024.
Sumber: bbc.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid