Kita coba memahami rasionalisasinya. Banyak survei bilang, kalau head to head (2 pasang) maka Prabowo lebih unggul dari Ganjar. Tapi kalau 3 pasang, artinya Anies masih berada dalam arena, maka Ganjar yang lebih unggul.
Maka daripada para pendukung Anies itu lari ke Prabowo dalam putaran kedua, bagaimana kalau Aniesnya disandingkan saja dengan Ganjar sejak awal.
Dengan skenario seperti itu enggak bakal ada kesempatan bagi Prabowo untuk menyerap para pendukung Anies di putaran kedua. Lantaran enggak ada lagi cerita “putaran kedua” segala.
Dalam pemilu istilahnya menang “landslide”. Dalam dunia bisnis namanya “windfall profit”. Dalam mimpi Bang Japar disebut “rejeki nomplok”.
Tentu itu semua dengan pertimbangan pragmatis elektoral, sementara faktor lain (misalnya ideologis) dianggap subordinasi dari pertimbangan pertama.
Soal isu "pengkhianatan" yang diangkat Andi Arief dari Partai Demokrat, di mana sebelumnya mereka mengusung AHY untuk jadi wakil Anies, tak perlu jadi cerita panjang. Itu semua bisa diatur. Bersama PKS yang memang piawai dalam ihwal atur-mengatur.
Hmm… kalau begitu ceritanya, make sense juga sih.
Kita kira, kubu Prabowo tentu mesti mendesain ulang strateginya demi menghadapi wacana baru ini.
*) Penulis adalah Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid