Potensi Pilpres 2024 Berputar-putar

- Senin, 11 September 2023 | 17:00 WIB
Potensi Pilpres 2024 Berputar-putar

Alasan lain yang menjadi dasar putusan MA tersebut tidak mengugurkan pelantikan Presiden Jokowi adalah bahwa sebaran perolehan suara 20 persen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat (3) UUD 1945, tidak berlaku jika pasangan capres dan cawapres hanya terdiri dari dua pasangan calon peserta Pilpres atau pada putaran kedua.


Terkait masalah ini, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan gugatan uji materi Pasal 159 ayat (1) UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) terkait syarat sebaran pemenangan Pilpren 20 persen. Pasal ini memiliki norma yang sama dengan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945.


Putusan MK Nomor 50/PUU-XII/2014 menyatakan norma Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang hanya terdiri dari dua pasangan calon.


Dalam konteks ini MK memberikan pemaknaan terhadap ketentuan Pasal 6A ayat (3). Sehingga norma sebaran 20 persen tidak berlaku apabila hanya ada dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak sesuai peraturan perundang-undangan akan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.


Revisi UU atau Amandemen Terbatas Pasal 6A Ayat(3) UUD 1945


Putusan MA Nomor 44 P/HUM/2019 ini telah menimbulkan berbagai pro dan kontra di masyarakat. Banyak yang menyesalkan bahwa MA dalam membuat keputusan ini tidak merujuk pada putusan MK Nomor 50/PUU-XII/2014.


Selain itu, kesalahan juga dapat ditemukan pada pelaku pembuat peraturan perundang-undangan. Ketika membuat UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), mereka tidak memasukkan norma sesuai dengan amat putusan MK Nomor 50/PUU-XII/2014.


Pertanyaannya adalah, apakah mungkin MA dan pelaku pembuat peraturan perundang-undangan tidak mengetahui makna dari putusan MK Nomor 50/PUU-XII/2014? Jawabannya adalah mereka pasti mengetahui dan sangat memahami!


Sebagai catatan, keputusan MA tentang aturan KPU yang tidak boleh bertentangan dengan UU adalah tepat. Sementara itu, pelaku pembuat UU mungkin enggan memasukkan norma yang bertentangan dengan UUD 1945, yakni sesuai amar putusan MK tersebut karena potensi gugatan yang dapat diajukan kembali.


Pada satu titik, MK mungkin bisa memutuskan berbeda, yang berarti MK mungkin akan memutuskan bahwa syarat memperoleh sebaran suara 20 persen di setiap provinsi adalah hal wajib bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden.


Menghadapi situasi ini, solusi terbaik adalah segera melakukan revisi terbatas pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya terkait syarat perolehan 20 persen suara. Hal ini diperlukan agar KPU memiliki landasan hukum untuk membuat aturan. Meskipun masih ada peluang gugatan, setidaknya ada dasar hukum UU yang sesuai dengan amanat putusan MK.


Namun, jika pemerintah ingin memastikan keamanan dan kenyamanan lebih lanjut, solusi yang paling tepat adalah melakukan amendemen terbatas pada Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 sesuai dengan tafsir MK lewat keputusan Nomor 50/PUU-XII/2014 yang telah disebutkan di atas.


Yang pasti, pemerintah dan pelaku pembuat peraturan perundang-undangan memiliki pemahaman yang mendalam tentang langkah yang seharusnya diambil.


Yang terpenting, penting untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan, termasuk potensi dinamika dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024 yang berputar-putar tanpa akhir. 


*) Penulis adalah pemerhati sosial politik

Halaman:

Komentar