Tetapi, kalau satu kondisi tercipta akibat ada penyimpangan atau pelanggaran hukum, maka secara otomatis UUD tidak bisa dan tidak boleh melindungi pelanggaran hukum tersebut. Karena UUD dibuat berdasarkan asas good faith atau iktikad baik.
Artinya, dalam hal putusan Mahkamah Konstitusi diambil dalam kondisi normal dan tidak ada pelanggaran hukum, maka benar, putusan Mahkamah Konstitusi tidak bisa diganggu gugat atau dibatalkan. Final.
Tetapi, kalau putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan pelanggaran hukum, apalagi kalau ada tindak pidana, maka putusan tersebut menjadi cacat hukum dan tidak sah, harus batal demi hukum.
Dalam hal ini, putusan tidak sah tersebut tidak ada kaitannya dengan Pasal 24C ayat (1) UUD. Putusan tidak sah tersebut harus dimaknai bukan membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga artinya tidak melanggar Pasal 24C ayat (1) UUD.
Selain itu, putusan final Mahkamah Konstitusi di Pasal 24C ayat (1) UUD tidak boleh digunakan untuk melindungi putusan Mahkamah Konstitusi yang melanggar hukum.
Majelis Kehormatan Mahkamah konstitusi bahkan harus memaknai sebaliknya. Kalau terbukti terjadi pelanggaran Pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman dalam menangani perkara ini, maka putusan hakim menjadi tidak sah, dan “putusan tidak sah” tersebut bersifat final dan mengikat, sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD.
Perlu ditegaskan, secara prinsip, konstitusi tidak boleh melindungi kejahatan. Prinsip ini wajib ditaati oleh semua pihak. Oleh karena itu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak boleh membiarkan Pasal 24C ayat (1) dijadikan tameng untuk melindungi kejahatan, kalau terbukti putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berdasarkan pelanggaran kode etik dan mufakat jahat.
Bagi pihak yang secara sadar melindungi kejahatan termasuk ikut berbuat jahat.
Kedua, Pasal 24C ayat (5) menyatakan: “Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi ……”
Kalau terbukti Anwar Usman melanggar kode etik dan Pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman, maka Anwar Usman melanggar Pasal 24C ayat (5) UUD ini: Anwar Usman tidak mempunyai integritas, kepribadiannya tercela, tidak adil, bukan negarawan meskipun memahami konstitusi, tapi tidak menjalankan kekuasaannya sesuai konstitusi.
Selain itu, ketiga, Pasal 24C ayat (6) UUD memerintahkan, agar ketentuan lainnya diatur dengan undang-undang. Pasal 24C ayat (6) berbunyi: “Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, …. serta ketentuan lainnya …. diatur dengan undang-undang.”
UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman harus dilihat sebagai perintah langsung Pasal 24C ayat (6) UUD, untuk memastikan Pasal 24C ayat (5) tentang hakim yang berintegritas dan adil dapat terwujud.
Dalam butir menimbang UU Kekuasaan Kehakiman 48/2009 disebutkan secara eksplisit, untuk mewujudkan kekuasaan hakim yang merdeka, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai perintah UUD, maka diperlukan UU tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dalam butir Mengingat bahkan disebutkan lebih eksplisit lagi, bahwa UU tentang Kekuasaan Kehakiman bagian dari penjabaran UUD, antara lain Pasal 24C.
“Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;”
Dengan demikian, UU Kekuasaan Kehakiman harus dilihat sebagai wujud nyata untuk melindungi konstitusi dari potensi kejahatan, yang sekarang ternyata terbukti, dan sedang berlangsung.
Pasal 17 ayat (5) khususnya untuk melindungi konstitusi dari kejahatan hakim, sesuai kriteria pada Pasal 24C ayat (5) UUD.
Dengan demikian, semoga Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dapat melihat permasalahan ini secara jernih, bahwa pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman pada hakikatnya adalah pelanggaran terhadap Pasal 24C ayat (5) UUD, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan pelanggaran hukum atau kejahatan, wajib batal.
(Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid