4 Alasan Mengapa Manufaktur Aditif adalah Game Changer bagi Industri Manufaktur di Indonesia

- Selasa, 07 Juni 2022 | 13:00 WIB
4 Alasan Mengapa Manufaktur Aditif adalah Game Changer bagi Industri Manufaktur di Indonesia

Bahkan saat ini, seiring dengan aktivitas perekonomian yang berangsur pulih, manfaat yang ditawarkan oleh manufaktur aditif, yang sangat bermanfaat di masa pembatasan, terus terlihat nilainya; di masa pandemi, kekurangan tenaga kerja dan disrupsi rantai pasok. Perusahaan manufaktur bisa memanfaatkan manufaktur aditif untuk mencetak suku cadang yang sulit diakses, bahkan secara remote dan efisiensi tenaga kerja sangat mungkin dilakukan mengingat manufaktur aditif bisa dioperasikan secara digital. Singkatnya, manufaktur aditif sangat fleksibel, kebanyakan nirsentuh, tidak begitu sensitif terhadap guncangan rantai pasok dan penuh potensi.

Namun hal-hal tersebut bukanlah satu-satunya alasan mengapa semakin banyak UKM mengandalkan manufaktur aditif dalam aktivitas operasional mereka. Berikut empat alasan lainnya:

1. Manufaktur aditif bukanlah hal baru, dan sudah begitu banyak penggunaannya 

Meski percetakan 3D bermula pada sekitar 40 tahun lalu pada tahun 1981, saat Hideo Kodama dari Nagoya Municipal Industrial Research Institute menerbitkan penelitian pertama tentang manufaktur dengan model cetakan 3D, percetakan 3D telah berkembang pesat sejak saat itu.

Dari mesin cetak 3D senilai US$200.000 yang membutuhkan ruangan dan teknisinya sendiri di tahun 2009, hingga tahun 2019 ketika mesin cetak 3D berukuran cukup untuk diletakan di meja kitadan hari ini mesin cetak 3D bahkan semudah pasang dan pakai (PnP).

Saat ini, manufaktur aditif digunakan di berbagai sektor industri, mulai dari penerbanagan hingga kesehatan. Penjualan mesin cetak 3D (baik untuk industri maupun unit desktop) tumbuh lebih dari 100 kali dalam 10 tahun menjadi lebih dari 600.000 unit di tahun 2019. Biaya per suku cadang juga semakin murah seiring makin banyaknya jenis suku cadang yang diproduksi.

Manufaktur yang semula adalah temuan kini menjelma menjadi kebutuhan bagi perusahaan manufaktur agar bisa tetap. Pada tahun 2019, sebuah laporan dari Ernst & Young report menemukan bahwa manufaktur aditif telah menarik perhatian dimana hampir dua pertiga (65%) pelaku bisnis yang mereka survey saat ini telah mencoba menggunakan teknologi ini – hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2016.

Percetakan 3D saat ini digunakan untuk mencetak peralatan medis untuk menyelamatkan nyawa pasien, prostesis dan pengganti sendi; dan bisa digunakan untuk memproduksi sekitar 40 hingga 60 persen suku cadang kendaraan listrik dan telah merevolusi cara kita melakukan penelitian dan purwarupa.

Percetakan 3D juga sangat berpotensi untuk menghasilkan komponen otomotif yang lebih ringan, menghemat biaya seiring dengan semakin banyaknya material dan teknik yang terus dikembangkan serta memudahkan validasi desain tertentu dengan menggunakan perangkat lunak komputer.

2. MA berkembang dalam kompleksitas; semakin kompleks semakin baik

Kompleksitas menjadi gratis lewat manufaktur aditif, seperti kata pepatah.

Jika dulu suku cadangyang rumit dan sangat detail menjadi mimpi buruk bagi produsen tradisional, pencetakan 3D berkembang pesat di bagian yang sulit – semakin sulit bagian tersebut untuk diproduksi dengan akurasi tinggi, semakin berani percetakan 3D unjuk gigi. Dalam manufaktur tradisional, ketika kompleksitas suku cadang meningkat, biaya juga kian naik-- tetapi dengan manufaktur aditif, yang terjadi adalah sebaliknya.

MA mampu menghasilkan suku cadang yang sangat dapat disesuaikan, hemat biaya. Sebagai contoh, kolaborasi Hexagon dengan rumah sakit terkenal di India, di mana untuk penggantian sendi untuk pasien, dicetak sendi yang disesuaikan untuk pasien secara 3D. Sebelum ada percetakan 3D, penggantian sendi dibuat dengan ukuran standar, dan sering kali gagal -- bagaimanapun juga tidak ada satu ukuran yang cocok untuk semua tubuh manusia. Namun, dengan penggantian khusus, pengalaman itu jauh lebih nyaman dan aman bagi pasien, mencegah rasa sakit serta mempercepat penyambungan sendi.

Kompleksitas dan personalisasi ini membuka lebih banyak peluang bagi MA untuk digunakan di industri seperti otomotif dan penerbangan. Di industri otomotif, MA membuat gelombang dalam memproduksi suku cadang yang kompleks dan rapi yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik misalnya. Karena kompleksitas tidak berpengaruh pada biaya, MA bisa menekan harga kendaraan listrik lebih jauh.

3. Tantangan terbesar MA --skala dan kuantitas—saat ini hampir terselesaikan

Salah satu tantangan besar MA adalah, secara harfiah, besar. Ukuran dan skala menjadi salah satu kelemahan MA, karena MA berfokus pada akurasi, detail, dan kompleksitas untuk bagian yang sangat halus atau khusus. MA saat ini masih berjuang keras dalam hal skala, yang masih terlalu mahal baik dari segi produksi maupun biaya material untuk mencetak objek skala besar dalam jumlah banyak.

Namun tantangan ini mungkin akan segera terselesaikan Perkembangan terkini, dengan teknik yang dikenal sebagai pengaliran pengikat logam (metal binder jetting) terbukti sangat baik untuk memproduksi suku cadang skala menengah hingga besar.

Halaman:

Komentar

Terpopuler