Lebih lanjut, Indonesia telah memiliki eksposur terhadap banyak komoditas, dan harga komoditas yang tinggi pun tersedia di Indonesia. Kendati Indonesia juga pernah mengalami beberapa masalah krisis pangan global, tetapi di saat yang bersamaan, diimbangi juga dengan ekspor gas dan minyak.
Dari berbagai perspektif, cepat atau lambat, ada banyak risiko yang mengintai Indonesia, tetapi tidak segenting negara lain, di mana inflasi dan risikonya jauh lebih terkendali, sehingga bisa dikatakan prospek Indonesia berjalan baik dan mampu mencapai target.
"Berdasarkan atas basis historis, DBS menganalisis ekonomi Indonesia yang tumbuh 4,5 dan 4,8% sepanjang tahun ini tidak serta-merta mergantung pada apa yang terjadi di AS atau Tiongkok, berbeda dengan negara lain di Asia yang merasakan dampaknya," pungkasnya.
Sebaliknya, kondisi Indonesia lebih menitikberatkan pada ekonomi domestik pascapandemi yang kini mulai bangkit kembali. Baca Juga: Genjot Ekonomi Desa, Pemerintah Dorong Gerakan Memakai Produk Lokal
Sementara itu, menjelang pemilihan presiden pada 2024, Taimur menelaah bahwa Indonesia tidak akan mengalami perubahan kebijakan ekonomi yang besar. Dalam 10-20 tahun ini, terlepas dari adanya pergantian presiden, kebijakan ekonomi Indonesia tidak pernah mengalami perubahan yang signifikan mengingat partai politik di Indonesia tidak memiliki ideologi ekonomi yang sangat bertolak belakang.
"Berbeda dengan apa yang terjadi di AS, ketika satu partai memiliki kekuasaan, maka kebijakan yang sudah dijalankan seringkali dirombak sepenuhnya, sehingga mengakibatkan perekonomian AS yang berada dalam ketidakpastian,” kata Taimur.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid