POLHUKAM.ID - Pemerintah mematok syarat perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (Freeport/PTFI), yaitu pembangunan smelter di Papua dan penambahan 10 persen saham untuk Indonesia. Langkah ini menimbulkan kecurigaan.
Ekonom dan UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan, meski Indonesia sudah sudah memiliki saham mayoritas, namun ada pertanyaan kritis.
"Apakah ini langkah strategis atau sekadar manuver para pemburu rente (rent seekers) dari oknum negosiator perpanjangan tersebut," kata Matnur, sapaan akrab Achmad Nur Hidayat di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Pembangunan smelter baru di Fakfak, Papua Barat dan divestasi 10 persen saham tambahan untuk pemerintah Indonesia, kata Matnur, menuntut transparansi dan keadilan bagi masyarakat lokal.
"Kritik ini menggarisbawahi pentingnya memastikan bahwa kebijakan ini menguntungkan semua pihak, termasuk lingkungan dan masyarakat Papua," ungkapnya.
Berdasarkan laporan keuangan Freeport-McMoran Tahun 2022, PT Freeport-McMoran Inc mencatatkan pendapatan US$ 22,78 miliar. Atau sebesar Rp341,7 triliun dengan kurs Rp15.000/US$.
Di mana, sebesar 37 persen dari total pendapatan tersebut, atau sekitar US$8,43 miliar yang setara Rp126,39 triliun, disumbang dari operasi tambang emas Freeport di Indonesia.
"Jika Indonesia menguasai seratus persen saham Freeport tanpa perpanjangan kontrak, maka seluruh pendapatan operasional dari Indonesia yang 8,43 miliar dolar AS itu kembali ke Indonesia. Secara teori bisa masuk ke kas negara, setiap tahun," ungkapnya.
Artikel Terkait
Dapat Info dari KPK, Faisal Basri Sebut Bobby - Airlangga Terlibat Penyelundupan Nikel Rugikan Negara Ratusan Triliun
Robohkan Mimpi Jokowi dan Prabowo, IMF Klaim Pertumbuhan Ekonomi Indonesia hanya 5,1 Persen
Anggaran Upacara HUT RI Bengkak, Jokowi Anggap Wajar
BREAKING NEWS: Harga BBM Pertamax Naik Jadi Rp 13.700 per Liter