Tak Temukan Fakta, Penyidik Polda Mulai Ragu di Kasus Ijazah Jokowi, Endingnya Dicium Ahmad Khozinudin Siapkan 7 Ahli Bahasa Jerat Roy Suryo Cs!

- Minggu, 29 Juni 2025 | 23:10 WIB
Tak Temukan Fakta, Penyidik Polda Mulai Ragu di Kasus Ijazah Jokowi, Endingnya Dicium Ahmad Khozinudin Siapkan 7 Ahli Bahasa Jerat Roy Suryo Cs!




POLHUKAM.ID - Pengacara Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin menilai Bareskirm Polda Metro Jaya ragu-ragu di kasus ijazah palsu Jokowi.


Menurut Ahmad, jika aparat konsisten dengan hukum maka tidak muncul sampai hari ini, Roy Surya dan kawan-kawan sebagai terlapor.


"Bahkan di penyidik pun sampai hari ini belum muncul siapa yang terlapor, masih dalam lidik, makanya inisial pun sampai hari ini kami tidak tahu," terang Ahmad yang tampil di acara Apa Kabar Indonesia TvOne, dikutip pada Minggu (29/6).


Menurut Ahmad, apa yang dialami kliennya (Roy Suryo Cs), pihaknya sebagai pengacara menerima saja.


"Kami terima namanya sudah begitu rupa dianggap melaukan kejahatan luar biasa, padahal hanya melakukan penelitian penelahaan terhadap suatu dokumen yang kesimpulannya, boleh saja berbeda dengan yang lain," kata Ahmad.


Apalagi terkini, perkembangan kasus ijazah palsu Jokowi, Polda Jaya menggunaan sampai 7 ahli.


"Kenapa kok sampai 7 ahli saya justru melihat, membaca penyidik ragu, gak percaya diri dengan kasus ini, maka butuh keterangan 7 ahli. 


Dan itu memastikan bahwa suatu tindakan yang sebenarnya bukan pidana, karena dia berusaha menggiring menjadi pidana," ujarnya.


Menurut Ahmad, padahal kalau penyidik konsisten dengan asas hukum walaupun ini bagi hakim, tapi ini juga bisa berlaku bagi penyidik di tingkat penyelidikan dan penyidikan.


"Karena keputusan kasus ini naik apa tidak, hakim itu penyidik berhenti atau tidak, hakim itu penyidik makanya harusnya hari ini penyidik menggunakan asas hukum, yang artinya kalau ragu-ragu lepaskan," tegas Ahmad.


"Dalam arti, jika penyidik Bareskrim ragu-ragu sebuah tindakan itu, apakah tindakan itu sebagai penghasutan ya sudah lepas saja, jangan memaksakan mencari ahli bahasa untuk memsukkan keterangan orang di dalam sebuah podcast, atau wawancara media yang sebenarnya itu adalah kemerdekaan menyataan pendapat, apalagi pendapat berdasarkan ilmu," terang Ahmad.


Ahmad menilai kasus ini terlalu dipaksakan, ditarik-tarik seolah-olah apa yang dilakuan Roy Suryo Cs, jadi penghasutan.


Ditarik-tarik seolah kabar bohong, ditarik seolah pencemaran, seolah fitnah, dan seolah-olah melanggar UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE).


"Saya lihat ini kasus operandinya mirip kasus Bambang Tri, contoh pasal dulu kalau masih ada pasal 15 ayat 1 UU 61 nomor 46, tentang kabar bohong, pasti pasal ini yang dipakai."


"Karena ancamannya lebih sadis 10 tahun, tapi dilaporan lima laporan yang dikonsolidasi oleh Polda itu pakai Pasal 28 ayat 3 substansinya sama, kabar bohong, tapi di situ ada syarat yakni menimbulkan kerusuhan."


"Tapi kerusuhan itu tidak ada, tapi nanti dipaksakan, nah ahli ini yang ngomong nanti, sama seperti kasus Gus Nur, Bambang Tri, dulu kena Pasal 15 ayat 1 UU 1 ayat 46. Itu kan harus ada unsur menerbitkan keonaran di kalangan rakyatkan? faktanya gak ada keonaran saat itu," jelas Ahmad.


"Nah ahli inilah dpakai perdebatan di sosial media itu dianggap keonaran di kalangan rakyat, lalu seolah-olah unsur pidana kabar bohong. 


Nah yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat itu terpenuhi berdasarkan apa, berdasar pendapat ahli. 


Akhirnya apa, kasus ini tidak lagi diadili berdasarkan bukti atau fakta, namun diadili berdasarkan opini. Opini ahli-ahli ini yang disiapkan," jelas Ahmad.


Pihaknya bahkan Polda sendiri tak bisa mengklaim adanya fakta, termasuk data tidak pernah ditampilkan ke publik.


"Ditanya media faktanya, jawaban Polda ini buktinya fotocopi, mana ada pembuktian fotokopi di suatu proses hukum, bukti itu yang disita bukan cari ahli," katanya.


Menurut Ahmad, kasus ijazah palsu Jokowi menunjukkan sampai hari ini penyidik ragu, karena tidak adanya fakta apalagi data yang mumpuni.


Sumber: HukamaNews

Komentar