Menteri ATR Nusron Wahid Sebut Negara Bisa Klaim Tanah Rakyat: Tanah Warisan Bisa Hilang!

- Kamis, 07 Agustus 2025 | 14:50 WIB
Menteri ATR Nusron Wahid Sebut Negara Bisa Klaim Tanah Rakyat: Tanah Warisan Bisa Hilang!


- Tanah HGB dan HGU dapat ditertibkan jika tidak diusahakan, digunakan, atau dimanfaatkan sesuai peruntukannya selama dua tahun sejak haknya diterbitkan.


- Perlu dicatat, Hak Pengelolaan (HPL) dikecualikan dari objek penertiban tanah terlantar, kecuali jika terkait dengan tanah masyarakat hukum adat atau aset bank tanah.


Tujuan utama dari kebijakan ini bukanlah untuk menyita tanah, melainkan untuk memastikan bahwa tanah-tanah di Indonesia dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan negara dan masyarakat, sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945


Pemerintah daerah juga memiliki kewenangan untuk menertibkan tanah terlantar di wilayahnya, termasuk tanah HGB dan HGU.


Nusron Wahid Buka-bukaan: Satu Bidang Tanah di Jakarta Bisa Punya 7 Girik


Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. 


Ia membeberkan salah satu akar masalah konflik tanah yang paling rumit di Indonesia, terutama di Jakarta. 


Menurut Nusron satu objek tanah bisa memiliki 6 hingga 7 girik yang berbeda!


"Di Jakarta giriknya kadang-kadang satu objek itu giriknya bisa 6, bisa 7. Belum lagi nanti muncul eigendom. Belum lagi kalau muncul surat Cina, biasanya begitu, saking banyaknya. Nah ini biasanya masuk kategori dokumen yuridis," kata Nusron dalam acara Talkshow Profesional Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) 2025 di Jakarta, Rabu (6/8/2025).


Nusron mengakui, kasus tumpang tindih dokumen ini adalah salah satu konflik tanah yang marak terjadi di seluruh Indonesia, bukan hanya di ibu kota. 


Masalahnya, setiap pihak merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah.


Ia pun mengungkap biang keroknya. Pasalnya, penerbitan girik hanya melalui kepala desa atau lurah, itupun seringkali hanya untuk keperluan perpajakan seperti PBB


Ketika lurah atau kepala desa berganti, seringkali dokumen baru terbit.


"Ternyata yang model begini banyak. Sehingga kita kadang kesulitan yang asli siapa. Setiap lurah ganti menerbitkan baru. Sehingga itu akhirnya muncul sengketa konflik tumpang tindih," jelasnya.


Situasi ini menciptakan labirin birokrasi yang rumit, di mana BPN kesulitan menentukan siapa pemilik yang sah dari sebuah bidang tanah.


Selain dari dokumen yuridis, Nusron juga menyampaikan bahwa konflik pertanahan bisa terjadi dari adanya ketidaksesuaian penetapan wilayah.


"Lokasi tanahnya itu di sebelah sini. Kok yang ditulis di sebelah sini, yang digambar, dipindah. Padahal harga tanah di sini sama sini beda. Geser patok kalau dulu," katanya.


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar

Terpopuler