Pernyataan ini tentu saja kontras dengan realitas politik yang terjadi.
Gibran, yang kini merupakan Wakil Presiden terpilih, telah menunjukkan kiprah politik yang signifikan dan terkesan mengikuti jejak sang ayah, Presiden Joko Widodo.
Namun, menurut Rocky Gerung, ada dorongan eksternal yang kuat di balik keputusan Gibran untuk terjun ke gelanggang politik.
Eksploitasi Anak Demi Ambisi Politik?
Rocky Gerung bahkan menyoroti peran Presiden Joko Widodo dalam perjalanan politik Gibran.
Ia berpandangan bahwa Jokowi seolah "mengeksploitasi anaknya untuk kepentingan politik."
Pandangan ini dilontarkan Rocky Gerung seolah mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak, meskipun konteksnya dalam lingkup politik.
Pernyataan ini tentu saja memicu pertanyaan besar mengenai sejauh mana seorang anak dapat menjadi instrumen politik orang tua, terlepas dari keinginan pribadinya.
Lebih lanjut, Rocky Gerung juga mengamati bahwa pergerakan politik Gibran terlihat mandiri, bahkan terkadang di luar keinginan Prabowo Subianto sebagai pasangan politiknya.
"Gibran dianggap berjalan sendiri di luar keinginan Prabowo, contohnya bagi-bagi bantuan dengan label Istana Wakil Presiden dan bagi-bagi skincare," kata Rocky Gerung, memberikan contoh konkret dari observasinya.
Hal ini semakin memperkuat narasi bahwa Gibran mungkin memiliki agenda atau dorongan yang berbeda dari pasangan politiknya, atau setidaknya, ada dinamika yang menarik dalam hubungan politik mereka.
Tantangan dan Potensi Impeachment
Isu lain yang dibahas Rocky Gerung terkait Gibran adalah potensi risiko politik yang dihadapinya, termasuk kemungkinan impeachment.
Mengacu pada prinsip "noblesse oblige" yang berarti semakin mulia posisi, semakin tinggi tanggung jawab, Rocky Gerung menekankan pentingnya kejujuran Gibran terkait masa lalunya, termasuk dugaan kebohongan terkait akun "Fufu Fafa."
Rocky Gerung menjelaskan bahwa proses impeachment wakil presiden bisa terjadi, bahkan disebutnya lebih mungkin daripada presiden.
Proses ini, menurutnya, dapat dimulai dari tekanan publik, seperti demonstrasi atau petisi, yang kemudian akan diproses di DPR, atau bahkan langsung inisiatif dari DPR sendiri.
Dalam politik, legitimasi atau dukungan rakyat dianggap lebih penting daripada sekadar legalitas dalam proses di DPR.
Dilema Peran Wakil Presiden
Secara umum, Rocky Gerung juga mengulas peran Wakil Presiden yang seringkali tidak signifikan jika tidak mendapatkan penugasan khusus dari presiden.
Namun, kasus Gibran menjadi pengecualian karena "keinginan Jokowi agar anaknya menjadi presiden" itulah yang membuat peran Gibran menjadi sangat signifikan dalam konstelasi politik saat ini.
Hal ini menggarisbawahi bahwa posisi Wakil Presiden bisa menjadi sangat strategis tergantung pada dinamika kekuasaan dan ambisi di baliknya.
Pengungkapan Rocky Gerung ini tentu saja memberikan perspektif baru tentang sosok Gibran Rakabuming Raka.
Apakah Gibran benar-benar tidak berambisi secara personal di dunia politik, ataukah ada narasi lain yang ingin dibangun?
Publik kini menantikan kelanjutan dari dinamika politik ini, terutama setelah Gibran resmi menjabat sebagai Wakil Presiden.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
OTT KPK Gagalkan Gubernur Riau Kabur, Ini Identitas dan Modus yang Bikin Heboh
BREAKING: KPK Umumkan Nasib Gubernur Riau Abdul Wahid Pagi Ini! Ini Fakta OTT dan Uang Sitaan Rp1 Miliar+
Ustadz Abdul Somad Beri Dukungan Usai Gubernur Riau Abdul Wahid Kena OTT KPK, Ini Pesan Hadistnya
OTT KPK! Harta Fantastis Gubernur Riau Abdul Wahid Tembus Rp4,8 Miliar, Ini Rinciannya