Penonaktifan Anggota DPR Hanya Bersifat Kosmetik, Fisipol UGM Ungkap Biang Kerok Reformasi Parlemen Sulit Dilakukan!

- Selasa, 02 September 2025 | 14:40 WIB
Penonaktifan Anggota DPR Hanya Bersifat Kosmetik, Fisipol UGM Ungkap Biang Kerok Reformasi Parlemen Sulit Dilakukan!


Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut aktif mengawal jalannya demokrasi.


“Sudah seharusnya setiap kebijakan yang diambil oleh DPR merefleksikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat itu sendiri,” katanya.


Ia juga menekankan perlunya indikator yang jelas untuk mengukur keberhasilan reformasi parlemen. 


Bukan hanya jumlah regulasi yang disahkan, tetapi juga sejauh mana aturan tersebut berdampak nyata pada kehidupan masyarakat.


Transparansi, akses publik terhadap proses legislasi, hingga kualitas kebijakan perlu menjadi tolok ukur. 


Ia menilai keterbukaan parlemen, misalnya melalui siaran langsung sidang atau kemudahan akses dokumen, dapat meningkatkan kepercayaan publik.


Selain itu, evaluasi yang berkelanjutan perlu dibangun agar setiap aturan tidak hanya formalitas, tetapi benar-benar dijalankan.


“Produktivitas regulasi harus benar-benar berdampak, bukan sekadar adanya aturan di atas kertas,” ungkapnya.


Selain itu, Alfath menyoroti peran sentral partai politik dalam mempercepat atau justru menghambat reformasi. 


Ia menyebut political will partai menjadi penentu apakah aspirasi rakyat benar-benar didengar dan diwujudkan dalam kebijakan. 


Jika tidak, potensi kekacauan politik justru akan semakin besar.


Menurutnya, partai sering kali lebih sibuk mengurus kepentingan internal ketimbang mengawal agenda rakyat. 


Padahal, partai adalah institusi yang memegang mandat publik untuk mengkader pemimpin dan menyusun arah kebijakan negara.


"Sumber dari segala kekacauan yang terjadi di Indonesia besar potensinya dihasilkan dari proses politik ini,” tandasnya.


Alfath kemudian memberikan sejumlah rekomendasi agar reformasi parlemen tidak berhenti pada langkah simbolik. 


Di antaranya, memastikan partai menindaklanjuti tuntutan rakyat, menghentikan sikap arogan anggota dewan, hingga membangun empati pejabat publik terhadap kondisi masyarakat.


Ia menegaskan, proses jangka pendek harus berjalan selaras dengan upaya membangun perubahan yang lebih struktural. 


Menurutnya, pejabat publik harus berhenti mempertontonkan kemewahan di tengah kesulitan rakyat.


“Kita harus lebih banyak berempati pada persoalan kepublikan, sekaligus memastikan mereka bekerja untuk membuat masyarakat lebih sejahtera,” pungkasnya. 


Sumber: Fajar

Halaman:

Komentar