Eks Ketua MK Beberkan 6 Alasan Presiden atau Wapres Bisa Dimakzulkan!

- Sabtu, 07 Juni 2025 | 15:25 WIB
Eks Ketua MK Beberkan 6 Alasan Presiden atau Wapres Bisa Dimakzulkan!




POLHUKAM.ID - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie membeberkan enam alasan konstitusional yang bisa menjadi dasar pemakzulan presiden atau wakil presiden.


Hal ini disampaikan Jimly saat menanggapi isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang belakangan disuarakan sejumlah purnawirawan TNI.


Menurut Jimly, dorongan tersebut merupakan ekspresi kekecewaan yang harus dimaklumi, tetapi tetap harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku.


“Nah, kalau alasannya sebenarnya, kalau konkretnya mau dicari-cari, gampang. Ada enam yang bisa dijadikan alasan (pemakzulan)," ungkap Jimly saat ditemui di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (6/6/2025).


Jimly mengatakan, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terdapat enam alasan yang bisa digunakan sebagai dasar pemberhentian seorang presiden atau wakil presiden.


"Pertama, berkhianat pada negara. Kedua, korupsi. Ketiga, menerima suap. Keempat, melakukan tindak pidana berat yang ancamannya di atas lima tahun penjara," urai Jimly.


Alasan kelima, lanjut dia, adalah apabila presiden atau wakil presiden terbukti melakukan perbuatan tercela.


“Contohnya sederhana saja. Kalau presiden lewat di Jalan Sudirman, buka jendela, meludah, kena ibu-ibu naik motor yang sedang dandan mau ke kawinan. Itu tercela apa tidak? Tentu tercela,” ujar dia.


Adapun alasan keenam bersifat administratif, seperti presiden atau wapres meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai pejabat negara.


Meski demikian, Jimly menekankan bahwa pemakzulan tidak bisa dilakukan secara serampangan.


Ia menegaskan bahwa mekanisme pemakzulan telah diatur dalam konstitusi dan harus dimulai dari DPR.


“Langkah pertama harus beres di DPR. Dua pertiga dari anggota DPR harus menyetujui lebih dulu tuntutannya, baru dibawa ke MK. Setelah MK membuktikan ada pelanggaran, baru dibawa ke MPR,” papar dia.


Ia pun meragukan upaya pemakzulan terhadap Gibran bisa berjalan, mengingat konstelasi politik di DPR yang saat ini didominasi oleh partai-partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang merupakan pendukung pemerintah.


“Sekarang dua per tiga di DPR itu siapa? KIM plus apa mau? Jadi jangan tanya. Tanyanya kepada KIM plus. Koalisi permanen. Yang ketuanya adalah ketua umum Partai Gerindra. Yang ketua umum Partai Gerindra itu adalah Presiden Republik Indonesia. Jadi kalau ada orang mau mempersoalkan wakilnya, gampang itu. Tapi tanya dulu dia (Prabowo)," urai Jimly.


"Jadi, kira-kira seandainya dari Partai Gerindra, kalau ditanya, diam saja dia, netral. Nah, itu berarti ada apa-apanya itu. Tapi, saya rasa karena yang memilih wakil presiden itu adalah ketua umum Gerindra sebagai calon presiden, yang memilih Gibran itu dia, saya rasa dia akan melindungi wakil presiden. Gitu lho," tambah dia.


Menurut Jimly, ketimbang terus-menerus mempersoalkan masa lalu, akan lebih baik jika masyarakat mulai fokus menata masa depan.


“Maka akan jauh lebih baik seandainya masyarakat luas, publik ya itu diajak berpikir bagaimana sih kalau kita berpikir ke depan saja, jangan ke belakang. Ekspresi kemarahan kita tentang masa lalu ya itu agak sedikit dikurangilah," terang dia.


"Ya kan? Karena enggak ada gunanya. Soalnya akibatnya itu nanti ngabisin waktu. Ngabisin waktu, tapi tidak ada ujungnya," pungkas dia.


Sumber: Kompas

Komentar