Siapa Sosok Febrian Alaydrus? Akun Pilot yang Tipu Staf Presiden Prabowo Kani Dwi Haryani

- Jumat, 20 Juni 2025 | 20:45 WIB
Siapa Sosok Febrian Alaydrus? Akun Pilot yang Tipu Staf Presiden Prabowo Kani Dwi Haryani


POLHUKAM.ID -
Staf media Presiden Prabowo Subianto, Kani Dwi Haryani, dikabarkan menjadi korban penipuan bermodus asmara atau yang dikenal dengan istilah love scamming.

Penipuan bermula dari interaksi Kani dengan akun Instagram bernama @febrianalydrss_, yang mengaku sebagai Febrian Alaydrus.

Ia mengaku, seorang mantan pilot Garuda Indonesia yang kini bekerja untuk maskapai ternama Emirates di Uni Emirat Arab.

Profil akun tersebut menampilkan deretan foto pria dengan seragam pilot, lengkap dengan latar pesawat dan bandara luar negeri.

Penampilan yang meyakinkan ini sukses mengelabui Kani, hingga membuatnya jatuh hati.

Siapa Febrian Alaydrus?


Hubungan maya antara Kani dan akun Febrian Alaydrus semakin intens.

Dalam prosesnya, pelaku yang menggunakan identitas palsu ini mulai melancarkan aksinya.

Pada 1 Maret 2025, pelaku mengajukan permintaan pinjaman dana sebesar Rp13 juta, berdalih untuk membantu proses administrasi kerja sepupunya, Miftahul Syifa alias Cipa, melalui jalur orang dalam (ordal).

Tak berhenti di situ, pada April 2025, Kani kembali dimintai uang sebesar Rp35 juta, dengan dalih pembayaran pelatihan kerja di maskapai Emirates.

Total kerugian yang dialami Kani sendiri mencapai Rp48 juta. Curiga dengan sejumlah kejanggalan, Kani akhirnya menyelidiki lebih lanjut.

Ketika mendatangi alamat yang diklaim sebagai rumah Febrian, ia justru menemukan bahwa lokasi tersebut fiktif.

Tidak tinggal diam, Kani melaporkan kejadian ini ke Polda Banten pada 13 Juni 2025.

Setelah dilakukan penyelidikan, terungkap bahwa pelaku sebenarnya adalah seorang perempuan berhijab berinisial MR, bernama asli Marpuah.

Usai laporan diterima, tim kepolisian bergerak cepat. Marpuah akhirnya ditangkap di kediamannya di Sumur Buang, Kelurahan Kadu Agung Timur, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, Banten.

Dalam penyelidikan, diketahui bahwa akun Instagram Febrian Alaydrus telah disusun sedemikian rupa dengan menggunakan foto-foto orang lain, demi membangun identitas fiktif sebagai pilot profesional.

Profil Kani Dwi Haryani


Kani Dwi Haryani bukan sosok asing di dunia media. Ia memulai karier sebagai jurnalis politik di DPR RI.

Setalah itu, dirinya melanjutkan kiprah di program "Jejak Kasus" sebagai reporter kriminal investigatif.

Namanya mulai dikenal publik ketika menjadi reporter di TVOne, dan kemudian berperan sebagai host off air Grand Final Indonesian Idol 2023.

Pada 2024, barulah Kani resmi ditunjuk sebagai staf media Presiden Prabowo Subianto.

Sumber: poskota

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

JOKO Widodo alias Jokowi sudah lengser. Tak lagi punya kekuasaan. Presiden bukan, ketua partai juga bukan. Di PDIP, Jokowi pun dipecat. Jokowi dipecat bersama anak dan menantunya, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Bobbby Nasution. Satu paket. Anak bungsu Jokowi punya partai, tapi partainya kecil. Yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai gurem ini tidak punya anggota di DPR RI. Di Pemilu 2024, partai yang dipimpin Kaesang ini memperoleh suara kurang dari empat persen. Pada posisi seperti ini, apakah Jokowi lemah? Jangan buru-buru menilai bahwa Jokowi lemah. Lalu anda yakin bisa penjarakan Jokowi? Sabar! Semua ada penjelasan ilmiahnya. Semua ada hitung-hitungan politiknya. Manusia satu ini unik. Lain dari yang lain. Langkah politiknya selalu misterius. Tak mudah ditebak. Publik selalu terkecoh dengan manuvernya. Anda tak pernah menyangka Gibran jadi walikota, lalu jadi wakil presiden sebelum tugasnya sebagai walikota selesai. Anda tak pernah menyangka Kaesang jadi ketum PSI. Prosesnya begitu cepat. Tak ada yang prediksi Airlangga Hartarto mundur mendadak dari ketum Golkar. Anda juga tak pernah menyangka suara PDIP dan Ganjar Pranowo dibuat seragam yaitu 16 persen di Pemilu 2024. Persis sesuai yang diinginkan Jokowi. Anda nggak pernah sangka UU KPK direvisi. UU Minerba diubah. Desentralisasi izin tambang diganti jadi sentralisasi lagi. Omnibus Law lahir. IKN dibangun. PIK 2 jadi PSN. Bahkan rektor universitas dipilih oleh menteri. Ini out of the box. Nggak pernah ada di pikiran rakyat. Tapi, semua dengan begitu mudah dibuat. Mungkin anda nggak pernah berpikir mobil Esemka itu bodong. Anda juga nggak pernah menyangka ketua FPI dikejar dan akan dieksekusi oleh aparat di jalanan. Juga nggak pernah terlintas di pikiran ada Panglima TNI dicopot di tengah jalan. Ini semua adalah langkah out of the box. Tak pernah terlintas di kepala anda. Di kepala siapa pun. Ketika anda berpikir Jokowi melemah pasca lengser, ternyata orang-orang Jokowi masuk kabinet. Jumlahnya masih cukup banyak dan signifikan. Ketua KPK, Jaksa Agung dan Kapolri sekarang adalah orang-orang yang dipilih di era Jokowi. Ketika anda tulis Adili Jokowi di berbagai tempat, Kaesang, anak Jokowi justru pakai kaos putih bertuliskan Adili Jokowi. Pernahkah Anda menyangka ini akan terjadi? Teriakan Adili Jokowi kalah kuat gaungnya dengan teriakan Hidup Jokowi. Ini tanda apa? Jelas: Jokowi masih kuat dan masih punya kesaktian. Semoga pemimpin zalim seperti Jokowi Allah hancurkan. inilah doa sejumlah ustaz yang seringkali kita dengar. Apakah Jokowi hancur? Tidak! Setidaknya hingga saat ini. Esok? Nggak ada yang tahu. Dan kita bukan juru ramal yang pandai menebak masa depan nasib orang. Kalau cuma 1.000 sampai 2.000 massa yang turun ke jalan untuk adili Jokowi, nggak ngaruh. Ngaruh secara moral, tapi gak ngaruh secara politik. Beda kalau satu-dua juta mahasiswa duduki KPK, itu baru berimbang. Emang, selain 1998, pernah ada satu-dua juta mahasiswa turun ke jalan? Belum pernah! Massa mahasiswa, buruh dan aktivis saat ini belum menemukan isu bersama. Isu Adili Jokowi tidak terlalu kuat untuk mampu menghadirkan satu-dua juta massa. Kecuali ada isu lain yang menjadi triggernya. Contoh? Gibran ngebet jadi presiden dan bermanuver untuk menggantikan Prabowo di tengah jalan, misalnya. Ini bisa memantik kemarahan massa untuk terkonsentrasi kembali pada satu isu. Contoh lain: ditemukan bukti yang secara meyakinkan mengungkap kejahatan dan korupsi Jokowi, misalnya. Ini bisa jadi trigger isu. Ini baru out of the box vs out of the box. Tagar Adili Jokowi bisa leading. Kalau cuma omon-omon, ya cukup dihadapi oleh Kaesang yang pakai kaos Adili Jokowi. Demo Adili Jokowi lawannya cukup Kaesang saja. Jokowi terlalu tinggi untuk ikut turun dan menghadapinya. Sampai detik ini, Jokowi masih terlalu perkasa untuk dihadapi oleh 1.000-2.000 massa yang menuntutnya diadili. rmol.id *Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Terkini

Terpopuler