Kerusakan pun merambat. Di sektor politik, partai-partai pengusung menjadi korban.
Megawati dan Hasto, yang bisa jadi tak mengetahui apa-apa soal keaslian ijazah Jokowi, akan tampak seperti sosok yang tertipu oleh aktor utama yang mereka angkat sendiri menjadi Presiden.
Para ketua partai lain pun mengalami nasib serupa—meletakkan legitimasi politik di atas fondasi rapuh.
Di sektor hukum dan ekonomi, racunnya lebih mengerikan. Jika pemimpin tertinggi terbukti memalsukan identitas akademik dan tetap dibiarkan, maka hukum hanya akan menjadi alat propaganda, bukan alat keadilan.
Investor, dalam situasi seperti itu, pasti berpikir ulang: siapa yang berani menanamkan modal di negeri yang dipimpin oleh kebohongan?
Daftar saksi akan panjang. Selain Jokowi, nama-nama berikut layak dihadirkan:
- Megawati Soekarnoputri dan Hasto Kristiyanto (Ketua dan Sekjen partai pengusung)
- Damai Hari Lubis (pelapor ijazah palsu)
- Koordinator pelapor yang pernah bertemu langsung dengan Jokowi
- Roy Suryo dan Rismon (pakar IT)
- Ketua KPU
- Beathor Suryadi
- Kepala Pasar Pramuka (jika relevan dengan dokumen atau informasi pendukung)
- Rektor UGM saat ini
- Dekan Fakultas Kehutanan UGM
- Mantan Rektor UGM / eks Mensesneg
- Iriana Jokowi
- Idayati, istri almarhum Prof. Mulyono
- Dan banyak lagi…
Sebagian dari saksi-saksi tersebut, terutama poin 7 hingga 12, bukan tak mungkin bergeser statusnya menjadi tersangka.
Jika mereka terbukti terlibat dalam rekayasa, penutupan informasi, atau turut serta menyokong kebohongan, maka asas equality before the law menuntut keadilan ditegakkan.
Ironisnya, justru Megawati dan Hasto bisa menjadi korban, selama mereka benar-benar tak mengetahui kebohongan tersebut.
Jika demikian, mereka berhak menuntut keadilan yang sama—telah ditipu oleh seseorang yang mereka beri kepercayaan penuh.
Perkara ini, jika benar-benar terungkap dan disidangkan, bukanlah perkara lembaran ijazah semata. Ini adalah perkara moral negara.
Soal kejujuran yang ditegakkan bukan untuk menghancurkan seseorang, tetapi untuk menyelamatkan masa depan republik.
Dan bila republik ini masih ingin berdiri dengan waras, maka kebenaran betapa pun menyakitkannya harus ditegakkan.
Karena dari kejujuranlah lahir legitimasi. Selebihnya, kita tinggal menunggu kapan Made Pramuka akan menulis buku: “Bikin Negara dari Kebohongan.” ***
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur