Kemenyan Indonesia tetapi dalam bentuk benzoin memang menjadi komponen penting dalam racikan parfum-parfum kelas atas.
👇👇
Mengapa Publik Bereaksi Sarkas?
Meski faktanya tidak keliru, reaksi publik atas pernyataan Gibran tentang kemenyan dalam parfum mewah justru didominasi nada sarkas dan skeptis.
Fenomena ini mencerminkan adanya kesenjangan informasi—bagi masyarakat awam, kemenyan lebih lekat dengan citra mistis dan ritual keagamaan daripada sebagai bahan baku industri wewangian kelas dunia.
Kurangnya edukasi dan sosialisasi tentang potensi komoditas lokal membuat banyak orang tak siap menerima narasi baru tentang kemenyan sebagai aset ekonomi.
Di sisi lain, gaya komunikasi pejabat publik seringkali menjadi sumber kerancuan.
Pernyataan yang disampaikan tanpa konteks jelas atau data pendukung memadai cenderung lebih mudah dipelintir, ditertawakan, bahkan ditolak mentah-mentah.
Reaksi netizen juga tak bisa dilepaskan dari sentimen politik personal, di mana setiap ucapan, benar atau tidak, kerap dibaca dalam bingkai sinisme terhadap sosok yang bersangkutan.
Namun di luar hiruk-pikuk komentar miring, klaim ini sebetulnya menyimpan kebenaran yang sering luput: bahwa kemenyan Indonesia, diam-diam, telah menembus panggung dunia—bersembunyi di balik aroma parfum mewah yang kita kagumi, tapi jarang kita tahu berasal dari tanah sendiri.
Bagaimana menurut Anda? Apakah pemerintah perlu lebih gencar mempromosikan potensi komoditas seperti kemenyan ini agar lebih dihargai di dalam negeri? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar!
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ini Kronologi Lengkap yang Berawal dari Laporan Warga
Bocoran Dokumen hingga Pengacara! 4 Kesamaan Mengejutkan Proses Perceraian Andre Taulany dan Baim Wong
Sengkarut Utang Whoosh: Alasan Jokowi Tegaskan KCJB Bukan untuk Cari Untung
Satu Kembali, Sisanya Hilang: Daftar Lengkap Perhiasan yang Dicuri dari Louvre Paris