Kena Skakmat! Ditanya Ijazah Nilai 6, Pengakuan Blak-blakan Sahroni Bikin Heboh

- Senin, 01 September 2025 | 09:05 WIB
Kena Skakmat! Ditanya Ijazah Nilai 6, Pengakuan Blak-blakan Sahroni Bikin Heboh


Di tengah badai politik yang menerpa hidupnya, mulai dari dipecat partai hingga rumahnya dijarah Ahmad Sahroni kembali membuat jagat maya heboh.

Kali ini, bukan karena drama politik atau permohonan panik, melainkan sebuah pengakuan jujur dan mengejutkan tentang masa lalunya yang jauh dari kata cemerlang: nilai ijazahnya yang "jeblok".

Pengakuan ini sontak menjadi viral, memicu perdebatan sengit tentang hubungan antara kesuksesan akademis dan kesuksesan hidup, terutama bagi seorang figur kontroversial seperti 'Sultan Priok'.

Semua bermula dari sebuah pertanyaan lugas dari seorang netizen di platform X (dulu Twitter). Akun dengan nama Son-goku @BenHadiwijaya menembak langsung ke Sahroni.

"Pak itu beneran ponten ijazahnya cuman 6 sama 7?" tanya netizen tersebut.

Alih-alih mengelak atau marah, Sahroni justru memberikan jawaban yang santai, blak-blakan, dan tanpa pembelaan.

Ia mengakui sepenuhnya kegagalannya di bidang akademis dan memberikan alasan yang sangat bisa dipahami banyak orang.

"Akademis saya memang buruk dulu . Krn saya lebih senang pelajaran olahraga," jawab Sahroni melalui akun resminya @SahroniNasdem.

Jawaban singkat ini langsung meledak, mendapatkan ribuan impresi dan ratusan komentar. Sahroni seolah ingin menunjukkan bahwa nilai di atas kertas bukanlah penentu takdir seseorang.
Dari Nilai Merah ke Karpet Merah Politik

Pengakuan ini menjadi sangat menarik karena kontrasnya yang ekstrem. Ahmad Sahroni adalah personifikasi dari narasi "dari nol menjadi pahlawan".

Ia memulai kariernya dari seorang sopir hingga menjadi pengusaha sukses dan politisi berpengaruh di Senayan.

Kisah hidupnya yang penuh kemewahan, mulai dari koleksi mobil sport hingga jam tangan mahal, seringkali menjadi sorotan.

Namun, pengakuannya tentang nilai ijazah yang pas-pasan ini membuka sisi lain dari dirinya: bahwa di balik citra 'Sultan' yang ia bangun, ada seorang anak muda yang mungkin lebih unggul di lapangan basket daripada di kelas matematika.

Pengakuan ini seolah menjadi pesan, terutama bagi generasi muda, bahwa jalan menuju sukses tidak hanya melalui pintu akademis.

Namun, di sisi lain, ini juga memicu kritik. Sebagian publik berpendapat bahwa sebagai seorang legislator yang merumuskan undang-undang, kapasitas intelektual dan akademis tetaplah penting.

Momen Refleksi di Titik Terendah?

Pengakuan ini datang di saat Sahroni berada di titik terendah dalam karier politiknya. Setelah kehilangan jabatan dan kekuasaan, ia tampak lebih bebas dan tanpa filter di media sosial.

Apakah ini sebuah strategi untuk membangun kembali citranya sebagai sosok yang otentik dan merakyat?

Ataukah ini murni sebuah momen refleksi dari seseorang yang telah kehilangan segalanya dan tidak lagi merasa perlu menjaga citra?

Apapun alasannya, pengakuan ini berhasil membuat publik kembali membicarakannya, bukan lagi sebagai politisi yang jatuh, tetapi sebagai manusia dengan masa lalu yang tak terduga.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah nilai akademis yang buruk relevan untuk menilai kinerja seorang pejabat publik?

Atau kisah Sahroni membuktikan bahwa sukses bisa diraih lewat jalan lain? Diskusikan di kolom komentar!

Sumber: suara
Foto: Ahmad Sahroni (instagram)

Komentar