Menurut Rasio, berdasarkan keterangan Hatta dan Dwi Kustanto, dalam periode tersebut kayu hasil kegiatan PT GPB dikeluarkan dengan menggunakan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Bulat (SKSHH-KB) yang diterbitkan oleh PT ABL.
"Penyidik Gakkum KLHK menetapkan HT (44 tahun), MAW (61 tahun), dan DK (56 tahun) sebagai tersangka berdasarkan Pasal 82 Ayat 1 huruf a dan/atau Pasal 83 Ayat 1 huruf a dan/atau Pasal 85 Ayat 1 dan/atau Pasal 94 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan/atau Pasal 78 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana," kata Rasio dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 12 November 2024.
Berdasarkan hasil perhitungan ahli, kata Rasio, terhadap kegiatan penebangan di luar izin, negara dirugikan sebesar Rp 2,72 miliar.
Menurut dia, kerugian ini belum termasuk kerugian lingkungan.
Sebagai pemegang PBPH-HTI, PT ABL juga tidak melakukan kegiatan penanaman, tetapi hanya melakukan penebangan dengan menggunakan jasa kontraktor.
"PT ABL melakukan pengelolaan areal konsesi seluas 11.580 Hektare," kata Rasio.
Menurut Rasio, saat ini penyidik Gakkum KLHK melakukan penyidikan terhadap Hatta, M. Azis Wellang, dan Dwi Kustanto dalam berkas perkara terpisah.
Tersangka Azis Wellang dan Dwi Kustanto saat ini ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta.
Sedangkan tersangka Hatta yang bertempat tinggal di Jalan Merpati 4 Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya, sedang didalami keberadaannya karena tidak memenuhi panggilan penyidik Gakkum KLHK.
Menurut Rasio, ancaman hukuman terhadap perbuatan tiga tersangka adalah pidana penjara paling lama 15 tahun. Mereka pun bisa dikenakan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Rasio mengatakan bahwa tindakan tegas yang dilakukan terhadap ketiga tersangka harus menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak lainnya.
Kejahatan illegal logging yang dilakukan oleh penanggung jawab pemegang izin merupakan kejahatan korporasi.
"Mereka sudah diberikan perizinan untuk mengelola kawasan hutan. Akan tetapi mereka masih juga melakukan tindakan kejahatan dengan melakukan illegal logging di lokasi lainnya. Saya sudah meminta kepada penyidik untuk mendalami penyidikan dugaan tindak pidana lainnya, termasuk pidana perusakan lingkungan dan pencucian uang," kata Rasio Ridho Sani.
Kepala Balai Gakkum Wilayah Kalimantan, David Muhammad, mengatakan pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama berbagai pihak, Gakkum KLHK dengan Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah, BPHL Wilayah X Palangka Raya, dan BPKH Wilayah XXI Palangka Raya, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, dan Polda Kalimantan Tengah.
"Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan akan terus melakukan pendalaman kasus untuk melihat keterlibatan pihak lainnya, termasuk melakukan pengejaran terhadap tersangka HT yang saat ini buronan," kata dia.
Sumber: TEMPO
Artikel Terkait
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ini Kronologi Lengkap yang Berawal dari Laporan Warga
Bocoran Dokumen hingga Pengacara! 4 Kesamaan Mengejutkan Proses Perceraian Andre Taulany dan Baim Wong
Sengkarut Utang Whoosh: Alasan Jokowi Tegaskan KCJB Bukan untuk Cari Untung
Satu Kembali, Sisanya Hilang: Daftar Lengkap Perhiasan yang Dicuri dari Louvre Paris