Pakar Hukum: Pengelola Dapur MBG Bisa Dijerat Pidana akibat Kasus Keracunan Massal

- Minggu, 28 September 2025 | 06:10 WIB
Pakar Hukum: Pengelola Dapur MBG Bisa Dijerat Pidana akibat Kasus Keracunan Massal


Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar menilai, pengelola dapur umum program Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), bisa dijerat hukum pidana. Jika terbukti lalai hingga menyebabkan keracunan massal.

"Ya, siapapun yang menjadi penyebab kesakitan atau kematian dapat dituntut secara pidana, termasuk dapur dan penyedia makanan MBG," kata Ficar kepada Inilah.com, Sabtu (27/9/2025).

Kata Ficar, proses hukum harus tetap berjalan untuk menjerat pihak-pihak yang bertanggung jawab. "Ya, orang-orang yang bertanggung jawab atas terjadinya keracunan karena kelalaiannya harus diproses dan dihukum," ujarnya.

Ficar menjelaskan, ketentuan hukum yang dapat digunakan di antaranya Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka, dapat dijerat Pasal 360 KUHP," jelasnya.

Asal tahu saja, pasal 360 KUHP, terdiri dari 3 poin. Pertama, barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya/kelalaian) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam pidana penjara paling lama 5 tahun, atau pidana kurungan paling lama setahun.

Kedua, barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya/kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan, jabatan, atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan, atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Selain pidana, pengelola MBG juga bisa digugat secara perdata oleh korban. "Ya, selain tuntutan pidana, juga bisa digugat perdata untuk membayar ganti rugi kepada korban," ucap Ficar.

Ia menekankan, tanggung jawab hukum tidak hanya melekat pada institusi atau korporasi penyedia MBG, tetapi juga pada individu yang terlibat langsung. "Ya, tanggung jawab tidak hanya pada korporasi penyedia MBG, tetapi juga pada orang-orang yang langsung terlibat," tegasnya.

Lebih lanjut, Ficar menilai bahwa penanganan hukum secara tuntas dapat memberikan efek jera, meskipun hal itu bergantung pada individu yang bersangkutan. "Ya, tergantung pada orang-orangnya, bisa menimbulkan efek jera, bisa juga tidak, karena ladang usaha mereka memang di bidang itu. Tetapi yang pasti, siapa pun yang bersalah harus dihukum," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan, Polri akan mengusut kasus dugaan keracunan makanan program MBG di sejumlah daerah. "Polri saat ini sedang melakukan pendalaman, turun ke lapangan untuk melaksanakan pendalaman satu per satu," kata Listyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Sabtu (27/9/2025).

Namun, Listyo belum merincikan, sejauh mana perkembangan pengusutan kasus tersebut. Dijanjikan, hasil pendalaman kasus akan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. "Tentunya secara resmi nanti akan kita informasikan," ujarnya.

Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sebanyak 70 kasus keracunan terjadi sepanjang Januari hingga September 2025, dengan total 5.914 penerima MBG terdampak.

Dari jumlah tersebut, sembilan kasus dengan 1.307 korban ditemukan di Wilayah I Sumatra, termasuk Kabupaten Lebong (Bengkulu) dan Kota Bandar Lampung (Lampung). Sedangkan di wilayah II Pulau Jawa, tercatat 41 kasus dengan 3.610 penerima MBG yang terdampak.

Sementara untuk wilayah III yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara, terdapat 20 kasus dengan 997 penerima MBG yang terdampak.

Sumber: inilah
Foto: Korban keracunan MBG dilarikan menggunakan ambulans. (Dok. JabarEkspres)

Komentar