Menurut Rouli sistem tersebut tak bisa diandalkan karena kriteria dalam penentuan penerima manfaat kurang jelas. Di samping itu, proses penunjukan distributor dan pengecer juga dinilai kurang transparan.
“Pengawasan oleh Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) juga tidak maksimal,” ungkap Rouli.
Karena itu, mengingat akar masalah kebijakan pupuk terindikasi dalam sistem yang dimanipulasi, ia minta kejaksaan tidak terpaku pada laporan masyarakat dalam melakukan penyelidikan hukum.
“Harus total dari hulu ke hilir, dari proses perumusan kebijakan anggaran hingga distribusi, mulai produsen, distributor, pengecer sampai kelompok tani,” tandasnya.
Rouli menyatakan, kebijakan subsidi pupuk merupakan wujud keberpihakan Presiden Jokowi kepada petani kecil dan miskin. Pada periode pertama pemerintahannya, anggaran yang dikeluarkan untuk subsidi pupuk mencapai Rp.175 triliun. Pada periode kedua, tahun 2021 sebesar Rp.29.09 triliun dan tahun 2022 Rp.25,28 triliun.
Namun, lanjutnya, banyak petani yang tidak merasakan kebijakan tersebut karena diduga kuat adanya permainan mafia. "Presiden sendiri pernah kesal soal ini karena tidak efektif, maka Jaksa Agung harus kawal betul, bongkar semua, kembalikan kepercayaan petani kepada negara,” pungkasnya.
Sumber: genpi.co
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur