Ia menjelaskan pemerintah pusat mendorong pemda melakukan belanja barang dan jasa produk dalam negeri, terutama UMKM. Sebab, UMKM dapat menjadi stimulator dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah yang sempat tertekan akibat pandemi covid-19.
Tito mengatakan komitmen daerah untuk belanja barang dan jasa produk dalam negeri tidak dibarengi dengan realisasi dalam anggaran. Ia mengungkapkan realisasi belanja barang dan jasa produk dalam negeri hanya Rp55,56 triliun atau 11,01 persen dari APBD.
Padahal, potensi untuk mendukung belanja tersebut sebesar Rp201,63 triliun. Data itu didasarkan pada laporan rancangan anggaran 509 daerah per 31 Mei 2022.
"Selama ini sudah dicanangkan belanja produk Indonesia, tapi campaign in many cases does not work. Harus ada kebijakan afirmasi dan imperatif yang bersifat memaksa," ujar dia.
Diketahui, Pemerintah Daerah diminta mengalokasikan 40 persen dari APBD untuk penggunaan produk dalam negeri yang ada pada katalog elektronik (e-katalog) dan tokodaring.lkpp.go.id.
Aturan termuat dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi. Tito akan mengumumkan daerah yang sudah dan belum melaksanakan komitmen tersebut pada September 2022.
Sumber: genpi.co
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur