Nelayan Menjerit! Akses Solar Subsidi Sulit, Aturan Baru Bahlil Bikin Tambah Susah?

- Jumat, 14 Februari 2025 | 13:55 WIB
Nelayan Menjerit! Akses Solar Subsidi Sulit, Aturan Baru Bahlil Bikin Tambah Susah?

Karena itu, Iing menyarankan agar dalam proses penertiban distribusi solar subsidi yang akan dilakukan Bahlil, harus menyederhanakan persyaratan administrasi. Lalu, yang tak kalah penting adalah pendataan para nelayan. 


Sebelum penertiban distribusi solar subsidi dilakukan, pemerintah harus memastikan jumlah para nelayan tradisional di seluruh Indonesia.


"Soal pendataan ini menjadi krusial karena kan berimbas ke mana-mana. Ke BBM lah, ke bantuan sosial lah, ke BLT dan segala macam," katanya.


Revisi Perpres No. 191/2014


Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi meminta pemerintah agar berhati-hati dalam upaya penataan ulang distribusi solar subsidi. 


Jika dalam kebijakannya nanti yang dilakukan adalah membatasi kouta solar subsidi per hari di SPBU, bakal terlalu berisiko. 


Dampaknya berpotensi terjadi inflasi atau kenaikan harga kebutuhan pokok. Pasalnya solar subsidi berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.


Fahmi mengatakan, jika tujuan dari kebijakan tersebut agar solar subsidi tepat sasaran, maka yang perlu dilakukan adalah merevisi Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).


"Sebab selama ini kan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 enggak pernah dirubah sama sekali," kata Fahmy.


Dalam Perpres tersebut sebenarnya sudah terdapat pengaturan kreteria kendaraan yang berhak mendapatkan solar bersubsidi. 


Namun, menurutnya harus dipertegas dan lebih didetailkan kriteria kendaraannya. 


Misalnya truk roda empat untuk angkutan kebutuhan pokok boleh mendapatkan solar subsidi, sedangkan lebih dari roda empat tidak diperbolehkan. 


Hal ini penting, agar petugas SPBU memiliki dasar yang tegas menolak kendaraan yang tak seharusnya mendapatkan solar subsidi.


Dengan adanya kriteria kendaraan yang jelas, menurutnya penggunaan aplikasi seperti My Pertamina sudah tidak perlu lagi, terlebih ditambah dengan pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum. 


Mengingat penggunaan aplikasi selama ini tidak efektif, khususnya di wilayah yang belum sepenuh terjangkau jaringan internet, dan masyarakat belum melek menggunakannya.


Alasan Bahlil


Alasan Menteri Bahlil ingin menertibkan solar subsidi adalah karena banyak disalahgunakan untuk industri. Dia juga mengklaim pengaturan itu demi kepentingan rakyat.


Kendati demikian, dia tak menampik bahwa kebijakan ini akan kembali menimbulkan polemik seperti saat pengaturan gas LPG 3 kilogram bersubsidi. Tapi dia tidak gentar.


"Solar subsidi dipakai untuk industri. Saya tahu ini pemainnya pasti akan ribut lagi, tapi enggak apa-apa," kata Bahlil di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Sabtu (8/2) lalu.


Mengantisipasi kebijakan Bahlil yang dinilai bertentangan dengan Presiden Prabowo Subianto seperti saat pengaturan gas elpiji 3 kilogram, Golkar akan pasang badan. 


Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham mengatakan kebijakan Bahlil untuk menindaklanjuti arahan presiden.


Beberapa hari setelah pernyataan Bahlil, BPH Migas memberikan penjelasan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen pada Senin (10/2). 


Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan bahwa pihaknya akan menerbitkan peraturan untuk membatasi batas maksimal volume penyaluran BBM subsidi agar tepat sasaran. 


Saat ini, volume solar untuk kendaraan roda empat 60 liter per hari; kendaraan roda enam 80 liter; dan 200 liter untuk kendaraan dengan roda di atas enam.


Erika mengatakan, berdasarkan kajian BPH Migas dengan Universitas Gadjah Mada menemukan kuota masing-masing kendaraan terlalu banyak, melebihi kapasitas tangki. Alhasil, sangat berpotensi disalahgunakan.


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler