POLHUKAM.ID - KISAH pilu Bapak Intelijen Indonesia hingga memendam dendam ke penguasa di akhir hayat diulas dalam artikel ini. Ya, nama Kolonel Zulkifli Lubis memang tak cukup popular di Indonesia.
Namanya tak sementereng tokoh militer LB Moerdani atau Ali Moertopo. Kendati demikian, sepak terjangnya dalam dunia intelijen Indonesia tak main-main.
Kolonel Zulkifli Lubis adalah peletak fondasi lembaga intelijen Tanah Air. Tak ayal, dia dinobatkan sebagai Bapak Intelijen Indonesia.
Kiprah Zulkifli di dunia militer yang cukup diperhitungkan di masa kemerdekaan, tak sejalan dengan kisah hidupnya pasca tak lagi aktif di dunia militer. Dia benar-benar menjalani hidup dalam kesusahan.
Pergantian kekuasaan membuat Lubis seolah jadi orang asing. Dikutip dari buku "Zulkifli Lubis Bapak Intelijen Indonesia", konstelasi politik yang baru terasa kabur baginya.
Betapa tidak, dia mendekam di Rumah Tahanan Militer Budi Utomo, Jakarta sejak paruh pertama 1960-an. Rezim Soekarno, yang menjebloskannya ke penjara, berada di ambang kehancuran.
Soekarno sendiri menjadi tahanan rumah dengan akses sangat terbatas. Lubis yang dibebaskan dari tahanan pada 1966, pun tak beroleh izin dari militer untuk menjenguknya.
Lubis menjalani hari-harinya sebagai "gelandangan" setelah bebas. Tidak memiliki pekerjaan maupun rumah. Kolonel CPM Soenario memberikan tempat tinggal di Jalan Gunung Gede, Sempur, Bogor
Keluarga Lubis lalu pindah ke Jalan Semboja Nomor 22 hingga tahun 2000-an. Untuk menghidupi keluarganya, Lubis mengerjakan apa saja. Sempat datang tawaran untuk masuk kembali ke dinas militer, tapi ia menolak.
“Ia tidak sejalan dengan Nasution maupun Pak Harto," ujar Furqan Lubis, anak ke-6 Zulkifli Lubis.
Kemudian, Lubis bersama beberapa kolega mendirikan lembaga riset bernama Reda yang berkantor di Melawai, Jakarta Selatan. "Karena itulah pengalaman saya," kata Lubis.
Dia mencoba membantu mengembangkan intelijen negara dengan menciptakan kerja intelijen di luar pemerintahan. Beberapa binaannya seperti Ali Moertopo membukakan jalan.
Sejumlah negara pun disambanginya untuk memperdalam ilmu intelijen. Dalam suatu perjalanan, Lubis berkenalan dengan Mr Leet, pengusaha Tionghoa muslim, mengajaknya berbisnis pasir. "Singapura lagi butuh banyak pasir untuk pembangunan," katanya.
Lubis pun setuju. Mereka pun berkongsi mendirikan PT Riau Timas awal 1970-an. Meski berkantor di Jakarta, proyek PT Riau Timas berada di Tanjung Balai Karimun, Riau. "Itu perusahaan penambangan pasir," kata Furqan.
Berkat keuletannya, perusahaan itu tumbuh besar. Sepeninggal Lubis, anaknya, Ramanta menakhodai perusahaan itu hingga kolaps sekitar 2000.
Ayah yang Bijaksana dan Penyayang Pertemuan Lubis dengan sang istri, Siti Zaenab tak pernah direncanakan.
Dia bertemu istrinya di masa revolusi. Tak lama setelah Proklamasi kemerdekaan, Lubis membantu mengatasi chaos di Solo dan Cirebon. Suasana revolusi diwarnai pemberangusan segala hal yang dianggap berbau feodal.
Penangkapan dan pembunuhan kalangan bangsawan terjadi di mana-mana. RA Kardinah, adik RA Kartini, misalnya sempat diarak dan akan dibunuh di Pekalongan oleh Gerombolan Kutil. Lubis tak sependapat dengan mereka.
Lubis saat di Solo sampai dicurigai profeodal lantaran membela keraton yang mau ditindak Barisan Banteng. Ketua Komisariat III Surakarta Suroso sampai memanggilnya.
Di Cirebon, Lubis menyelamatkan keluarga Kesultanan Kanoman dari para perusuh. Sebagai bentuk terima kasih, Sultan Kanoman menawarkan Lubis untuk menikahi adiknya, Ratu Siti Zaenab.
Meski belum punya rencana nikah, Lubis akhirnya menikahi Zaenab, yang usianya tiga tahun lebih muda, pada akhir 1946 di Linggarjati. "Pernikahan saya di Linggarjati saat Pertemuan Linggarjati," kata Lubis.
Lubis dan Zaenab dikaruniai sepuluh putra. Seorang anaknya meninggal tak lama setelah lahir. Salah satu anaknya lahir saat Lubis berada dalam pelarian akibat kudeta yang gagal pada 1957.
Karena menjadi buron, dia hanya membawa beberapa anaknya; yang lainnya dititipkan ke keluarga atau kenalan. "Saya termasuk orang yang pernah dititipkan waktu beliau dikejar-kejar," kata Furqan.
Begitu pula ketika Lubis terlibat dalam PRRI. Zaenab tetap mendukung dan memahami pilihan politiknya, bahkan ikut menanggung beban.
Zaenab ikut keluar-masuk hutan. PRRI gagal, Lubis menyerah dan menjalani karantina politik di Cipayung.
Di sana, dia bertetangga dengan Ahmad Husen, rekannya di PRRI. Salah seorang anaknya, Merinka, lahir semasa Lubis di Cipayung.
Setelah sekira dua tahun, Lubis tinggal bersama keluarganya di Cipayung, tetapi kembali harus berpisah karena masuk penjara.
Ketika Lubis ditahan di Rumah Tahanan Militer Budi Utomo, istrinya kerap mengajak anak-anak menengoknya. "Saya waktu ayah di penjara juga suka dibawa sama ibu nengok," kata Furqan.
Sejumlah temannya juga kerap menengok, antara lain Kemal Idris dan Ventje Sumual. Selepas dari penjara, Lubis baru bisa mencurahkan perhatian penuh pada anak anaknya. Di mata anak-anaknya, dia ayah yang bijaksana, penyayang, dan penuh perhatian.
Dia menyempatkan waktu menanyakan dan membantu pekerjaan rumah anak-anaknya. Lubis juga selalu mencontohkan kedisiplinan dan kemandirian. Tak ada yang tidur sebelum jam sepuluh. Dia akan memastikan anak-anaknya belajar.
Dia memberi tanggung jawab untuk mengurusi rumah. Setiap anak memiliki tugas masing-masing. "Waktu di Yogya, Ayah pun sudah hidup mandiri," ujar Lubis kepada anak anaknya.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur