Dalam sejarah kepemimpinan dunia, banyak jenderal yang beralih menjadi pemimpin sipil dan menunjukkan keberpihakan yang tegas kepada rakyat.
Sebut saja Dwight D. Eisenhower di Amerika Serikat atau Charles de Gaulle di Prancis, yang menegaskan bahwa kepemimpinan sipil bukan hanya soal loyalitas terhadap individu, tetapi pada prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.
Maka, ketika Prabowo justru memilih untuk meneriakkan “Hidup Jokowi” alih-alih bersikap netral atau mendengar aspirasi rakyat, timbul pertanyaan besar: apakah ini keputusan berdasarkan nurani atau sekadar strategi politik demi menjaga kestabilan kekuasaan?
Seorang pemimpin, terlebih yang memiliki latar belakang militer, seharusnya memahami bahwa loyalitas sejati bukan kepada individu, melainkan kepada negara dan konstitusi.
Jika rakyat merasa terkhianati oleh kebijakan seorang pemimpin, tugas seorang pemimpin sipil adalah merespons dengan kebijaksanaan, bukan dengan slogan yang hanya memperkeruh situasi.
Jika Prabowo tetap bersikeras membela Jokowi di tengah gelombang tuntutan rakyat, maka ia sedang mempertaruhkan legitimasi kepemimpinannya di masa mendatang.
Kesimpulannya, sikap Prabowo yang berteriak “Hidup Jokowi” di tengah seruan rakyat yang meminta keadilan atas kepemimpinan Jokowi adalah gambaran nyata dari politik kepentingan.
Seorang jenderal yang beralih menjadi pemimpin sipil seharusnya berdiri di atas kepentingan bangsa, bukan individu.
Jika benar Prabowo ingin dicatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang adil, maka ia harus lebih mendengarkan suara rakyat, bukan hanya suara kekuasaan.
Karena pada akhirnya, rakyatlah yang akan menilai dan menentukan masa depan seorang pemimpin. ***
Prabowo: Kita Berhasil Karena Didukung Oleh Presiden Ke-7, Hidup Jokowi! pic.twitter.com/XRtq4hda6p
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur