MAFIA MIGAS: Regulasi Yang Dimainkan, Skandal Besar, dan Kegagalan Pemberantasan!

- Selasa, 04 Maret 2025 | 17:05 WIB
MAFIA MIGAS: Regulasi Yang Dimainkan, Skandal Besar, dan Kegagalan Pemberantasan!


MAFIA MIGAS: 'REGULASI YANG DIMAINKAN, SKANDAL BESAR, DAN KEGAGALAN PEMBERANTASAN'


KASUS BBM oplosan kembali mengguncang publik, memicu kepanikan, dan membuka kembali perbincangan soal mafia migas yang tak pernah usai. 


Dari jalur setoran hingga permainan regulasi, praktik busuk ini telah berlangsung sejak kasus besar Pertamina yang melibatkan era Ibnu Sutowo, kemudian diteruskan melalui Petral, hingga kini semakin gila dengan berbagai modus baru. 


Pertamina pun sering dituding sebagai sarang penyamun, tempat mafia migas bercokol dan berbagi bancakan.


Namun, di balik semua itu, permainan sebenarnya bukan hanya terjadi di lapangan atau di ranah bisnis migas, melainkan juga dalam pembuatan regulasi dan kebijakan. 


Inilah cara mafia bertahan: bukan sekadar menyelundupkan BBM, kencing minyak di tengah laut jadi permaianan, tetapi juga mengendalikan aturan yang seharusnya menjerat mereka. 


Bahkan ketika kasus besar terbongkar, selalu ada cara untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu. Akankah mereka bertahan?


Salah satu titik terang dalam pemberantasan mafia migas adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap SKK Migas yang terjadi pada 2013. Namun, apakah setelah itu mafia benar-benar hilang?


Faktanya, setelah satu kasus terbongkar, pola yang sama tetap berulang dalam wajah yang berbeda. tapi pemiannya sama.


SKK Migas dan Skandal yang Mengguncang


Kita tak salah kalau menenggok kasus SKK Migas dibentuk sebagai pengganti BP Migas setelah Mahkamah Konstitusi membubarkan lembaga tersebut pada 2012. 


Seharusnya, SKK Migas menjadi garda terdepan dalam transparansi dan efisiensi industri migas nasional. 


Namun, yang terjadi justru sebaliknya: petinggi lembaga ini terjerat skandal besar dan bermain-main soal regulasi, alasan ijin blok dan para pemain itu menyetor dengan cara yang tak elok, maka yang ada regulasi dimainkan.


Pada 13 Agustus 2013, Rudi Rubiandini, Ketua SKK Migas, ditangkap KPK dalam sebuah OTT mengejutkan di rumahnya kawasan Kebayoran Jakarta Selatan. 


Ia kedapatan menerima suap sebesar US$ 700.000 dari Kernel Oil, sebuah perusahaan migas yang bermain dalam bisnis Indonesia. 


Kasus ini mengungkap bahwa mafia migas bukan hanya tentang penyelundupan BBM atau mark-up harga, tetapi juga korupsi dalam sistem regulasi dan kebijakan.


Namun, apakah setelah kasus ini, skandal di sektor migas berakhir?


Nyatanya, tidak. Setelah Rudi Rubiandini ditangkap, tetap ada indikasi permainan dalam regulasi migas. 


Jalur lobi, permainan tender, dan pengaturan harga BBM tetap menjadi bagian dari pola yang menguntungkan segelintir orang. Kasus Shorebase banyak terjadi. Fiktif tender dll.


Banyak sekali regulasi yang dimainkan, ini menjadikan para Mafia Migas Bertahan dan berkedok dengan kongsi yang makin seakan tak terlihat.  


Mafia migas bukan hanya pemain bisnis di lapangan, mereka juga bermain di balik meja, di ranah kebijakan dan regulasi. 


Gambaran beberapa cara bagaimana regulasi dimainkan demi kepentingan mafia: Manipulasi Kuota dan Izin Impor BBM, mafia sering kali bermain dalam pengaturan kuota impor BBM untuk menguntungkan pihak tertentu. 


Izin impor BBM menjadi alat untuk mengontrol harga pasar dan menguntungkan jaringan mafia tertentu. Permainan dalam Skema Subsidi BBM, Skema subsidi BBM kerap dijadikan ladang bancakan. 


BBM bersubsidi yang seharusnya untuk rakyat malah dialihkan ke industri atau diselundupkan keluar negeri. 


Kasus penyimpangan distribusi Solar Subsidi, yang ditimbun lalu dijual kembali dengan harga industri, adalah contoh nyata bagaimana regulasi dimanfaatkan untuk keuntungan besar.

Halaman:

Komentar

Terpopuler