Indonesia bahkan dikenal sebagai salah satu produsen dan eksportir nikel terbesar di dunia, khususnya untuk material SS 304, yang diproses di kota besar seperti Surabaya dan Jakarta
“Biaya produksi di China jauh lebih rendah, dan mereka mampu mengekspor dengan harga yang tidak dapat kami penuhi. Alhasil, sebagian besar pengadaan program makan siang dipenuhi oleh pemasok China,” kata pengusaha yang meminta identitasnya dirahasiakan, seperti dikutip dari Indonesia Business Post, Selasa, 18 Maret 2025.
Ia menyebut ketergantungan pada impor dapat melemahkan industri dalam negeri dan menyarankan kebijakan yang lebih mendukung manufaktur lokal, seperti insentif pajak.
“Jika kita terus bergantung pada barang impor, industri dalam negeri akan kesulitan tumbuh, dan kita bisa menjadi terlalu bergantung pada produsen asing,” katanya.
Ia juga menyinggung dugaan masuknya barang impor secara ilegal tanpa bea masuk 10% dan PPN 11%, yang merugikan pendapatan negara karena transaksi sering dilakukan secara tunai tanpa faktur.
Di sisi lain, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengklaim bahwa peralatan impor dari China sudah ada sebagai barang dagangan umum sebelum MBG dimulai.
Ia menambahkan bahwa sejak Februari 2024, pemerintah telah mendorong produksi lokal, termasuk nampan makanan, dan optimistis kebutuhan jangka panjang dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri.
"Untuk nampan makanan, produksi dalam negeri mulai meningkat dan kami yakin dapat memenuhi permintaan jangka panjang. Sementara itu, sebagian besar perkakas lainnya umumnya diproduksi di dalam negeri," kata Dadan.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ini Kronologi Lengkap yang Berawal dari Laporan Warga
Bocoran Dokumen hingga Pengacara! 4 Kesamaan Mengejutkan Proses Perceraian Andre Taulany dan Baim Wong
Sengkarut Utang Whoosh: Alasan Jokowi Tegaskan KCJB Bukan untuk Cari Untung
Satu Kembali, Sisanya Hilang: Daftar Lengkap Perhiasan yang Dicuri dari Louvre Paris