Ada Yang Salah Dengan Pengesahan RUU TNI, Simak!

- Sabtu, 22 Maret 2025 | 13:20 WIB
Ada Yang Salah Dengan Pengesahan RUU TNI, Simak!


Ada Yang Salah Dengan Pengesahan RUU TNI, Simak!


Ditengah banyaknya kelompok ormas terkemuka seperti Kontras, LBH dan beberapa ormas terkemuka lainnya yang selama ini berjuang untuk advokasi masyarakat tertindas yang menolak pengesahan RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tetap saja disahkan oleh DPR menjadi UU TNI.


Pengesahan RUU TNI diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025).


Pengesahan ini Diwarnai oleh kekhawatiran sejumlah kalangan terkait kembalinya dwifungsi ABRI menciptakan Traum bagi rakya


Apa yang salah dari pengesahan revisi UU TNI?


Oleh sejumlah akaìdemisi, pengesahan UU TNI itu pun dinilai cacat legislasi karena drafnya tidak bisa diakses oleh publik.


Mereka juga mendapati kejanggalan lain, termasuk proses pembahasan dilakukan secara tertutup, minimnya partisipasi publik, hingga berlangsung begitu cepat padahal tidak mendesak.


Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pandangan pengamat soal ragam kesalahan dalam proses pembahasan dan pengesahan UU TNI yang perlu dipahami:


1. Ada niat tertentu di balik revisi UU TNI Direktur Eksekutif SETARA


Institute, Halili Hasan, menyoroti tiga kesalahan prosedur atau cacat formil dalam pengesahan UU TNI.


Pertama, ia menilai, ada niat tertentu di balik revisi UU TNI ini, yaitu untuk menciptakan keseimbangan otoritas antara TNI dan Polri.


Hal ini terlihat dari pernyataan terbuka Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang menyebut bahwa polisi dapat masuk ke jabatan sipil tanpa banyak kritik dari masyarakat.


Namun, menurut Halili, jika TNI merasa Polri terlalu ekspansif dalam mengisi jabatan sipil, idelnya pemerintah mencari cara untuk mengontrol dan membatasi, bukan justru membuat aturan yang memperluas peran militer dalam jabatan sipil.


“Dalam riset kami tentang desain transformasi Polri, nyatanya ditemukan ada 130 masalah yang masih perlu direformasi oleh Polri sesuai dengan desain konvensional pemerintahan kita,” jelas Halili saat diwawancarai  pada Jumat (21/3/2025


2. Minimnya partisipasi publik


Halili juga menyoroti kurangnya pelibatan masyarakat dalam pembahasan revisi UU TNI. 


Sebelumnya, dalam proses legislasi lain, masyarakat sipil, aktivis, akademisi, dan media sering dilibatkan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Namun, dalam revisi UU TNI ini, aspirasi mereka justru diabaikan.


“Berbagai masukan dari masyarakat, aktivis, akademisi, dan media tidak diakomodasi dengan serius,” jelasnya.


3. Pembahasan super cepat


Halili menilai, pembahasan revisi UU TNI berlangsung terlalu cepat, yaitu kurang dari satu bulan. 


Seharusnya, revisi undang-undang yang berpengaruh besar terhadap sistem pemerintahan membutuhkan waktu lebih lama agar publik bisa ikut serta dalam prosesnya.

Halaman:

Komentar