Sebagian sudah diputus, sebagian lagi masih bergulir. Bayangkan betapa hebatnya negara ini: sampai perlu sidang bertahun-tahun hanya untuk membuktikan keaslian satu ijazah.
Sekarang, mari berandai-andai: bagaimana jika ijazah itu benar-benar palsu?
Pertama, ini akan menjadi tamparan keras -- bukan hanya untuk Presiden, tetapi untuk seluruh ekosistem politik, birokrasi, hingga rakyat yang memilihnya dua kali dengan penuh percaya diri dan harapan.
Legitimasi pemerintahan pun akan roboh, seperti jembatan gantung yang talinya digigiti tikus.
Bayangkan: undang-undang yang diteken, kebijakan yang dibuat, proyek yang diresmikan, bahkan amplop bansos yang dibagikan -- semua bisa dipertanyakan keabsahannya.
Logikanya, jika presiden yang menandatangi semua keputusan untuk program itu tidak sah karena ijazahnya palsu, maka kegiatan turunannya ikut palsu.
Kedua, ini akan membuka pertanyaan lebih besar: bagaimana mungkin sebuah negara sebesar ini bisa ditipu selama dua periode penuh?
Di mana sistem verifikasi kita? Apakah saat proses pendaftaran jadi presiden, KPU hanya melihat foto dan mengucapkan, “Aman, cakep, lanjut!”? Ataukah, seperti biasa, semuanya tenggelam dalam lautan politik transaksional dan budaya “asal bapak senang”?
Ketiga, ini akan menjadi pelajaran sejarah yang mahal. Jika hari ini kita tidak serius menjaga integritas orang yang akan menjadi pemimpin kita, besok lusa kita mungkin dipimpin oleh siapa saja: mungkin oleh admin grup WhatsApp keluarga, atau seleb TikTok yang viral karena joget sambil mengutip Pancasila setengah hafal.
Namun, mari juga reflektif: energi besar yang dihabiskan jutaan anak bangsa untuk satu lembar ijazah ini mungkin juga menunjukkan sesuatu yang positif.
Kita belum sepenuhnya mati rasa. Kita masih peduli terhadap harkat, martabat, dan kejujuran.
Ambil saja hikmah di balik kasus ijazah Jokowi ini. Negara yang masih bisa ribut tentang ijazah adalah negara yang masih ingin bermoral.
Bandingkan dengan negara yang bahkan sudah tidak peduli siapa yang memimpin, asal nasi goreng tetap tersedia.
Karenanya, investigasi ini, walau tampak berlarut-larut karena teknologinya juga baru muncul sekarang, sebenarnya adalah momen emas: kesempatan untuk memperbaiki sistem pendidikan, reformasi administrasi, memperketat verifikasi capres, dan -- jika perlu -- memperkenalkan kursus kilat tentang “Cara Membedakan Ijazah Asli dan Fotokopian Warteg.”
Sebab di ujung hari, bangsa ini bukan hanya tentang siapa yang memimpin, tetapi tentang apakah kita dipimpin dengan kejujuran, bukan penuh kepalsuan.
Satu lembar ijazah, satu bangsa resah hampir satu dasawarsa. Mungkin inilah harga yang harus kita bayar, karena pernah ada sebagian kita yang lebih suka membiarkan moralitas dijual kiloan.
👇👇
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur