Mengapa tidak ada arsip atau catatan yang membuktikan secara sah bahwa ia benar-benar menjalani kuliah, KKN, serta lulus secara legal?
Temuan Ilmiah: Foto di Ijazah Diduga Milik Orang Lain
Dalam perkembangan terbaru, analisa forensik digital dari dua ahli IT ternama, yakni Dr. Roy Suryo dan Dr. Eng. Risman Hasiholan Sianipar—keduanya alumni UGM—menunjukkan bahwa foto yang tertera dalam ijazah S-1 Jokowi diduga kuat bukan milik Jokowi, melainkan seseorang bernama Dumatno.
Menurut informasi, Dumatno adalah alumnus UGM dan kini menjabat sebagai komisaris di salah satu perusahaan milik Luhut Binsar Pandjaitan (LBP). Bahkan, Dumatno disebut masih hidup sampai saat ini.
Temuan tersebut telah dilaporkan ke Mabes Polri oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), lengkap dengan data empirik dan bukti ilmiah. Sebelumnya, gugatan perdata dengan substansi serupa juga telah diajukan TPUA di PN Jakarta Pusat.
Figur Tak Layak Dapat Privilege Negara
Dengan segala kontroversi tersebut—mulai dari kejanggalan akademik, perilaku tidak konsisten, hingga kecenderungan memanipulasi fakta publik—sosok Jokowi menimbulkan pertanyaan serius dari publik: Siapa sebenarnya Jokowi?
Selama satu dekade kepemimpinannya, rakyat menyaksikan berbagai bentuk inkonsistensi dan kebohongan publik, mulai dari soal mobil ESEMKA, janji menyelesaikan banjir Jakarta, hingga pernyataan akan menyelesaikan masa jabatan Gubernur DKI, yang semuanya terbukti tidak ditepati.
Maka, sangat wajar jika publik menilai bahwa karakter Jokowi mencerminkan “multi keburukan dalam semua dimensi waktu,” baik saat menjabat maupun setelah purna tugas.
Sebagai pribadi yang dituduh tak memiliki kelengkapan legal atas latar belakang akademiknya, serta terindikasi kerap menutup kebohongan dengan kebohongan lain, Jokowi tidak memenuhi syarat moral dan etis untuk menerima fasilitas negara sebagai mantan presiden yang “terhormat.”
Rekomendasi untuk Presiden Prabowo
Melihat berbagai fakta, indikasi, dan bukti ilmiah yang telah dipaparkan, maka Presiden Prabowo Subianto tidak keliru bahkan patut untuk menunda pemberian tanah dan pembangunan rumah bagi Jokowi.
Penundaan ini adalah bentuk kehati-hatian sekaligus wujud komitmen terhadap prinsip moralitas dan supremasi hukum.
Jika pada akhirnya terbukti di pengadilan bahwa Jokowi melakukan pelanggaran berat atas dasar pemalsuan identitas dan dokumen, maka negara bahkan berhak mencabut hak-haknya, termasuk hak politik.
Sebaliknya, jika pemberian fasilitas tetap dipaksakan, Presiden Prabowo bisa terseret dalam pusaran kontroversi dan membebani kredibilitas pemerintahannya sejak awal.
Ini jelas mengganggu stabilitas politik dan mencederai kepercayaan publik.
***
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur