Menarik! Soal Ijazah Palsu, Strategi Jokowi Berubah dari Defensif Jadi Ofensif

- Minggu, 20 April 2025 | 13:00 WIB
Menarik! Soal Ijazah Palsu, Strategi Jokowi Berubah dari Defensif Jadi Ofensif


Menarik! Soal Ijazah Palsu, Strategi Jokowi Berubah dari Defensif Jadi Ofensif


Oleh: Buni Yani


Mimpi Jokowi untuk menikmati hari-hari pensiun dengan momong cucu dan menerima ternak-ternaknya yang masih setia buyar sudah. 


Ledakan ijazah palsunya begitu keras yang membuat perbincangan publik dalam beberapa pekan terakhir tak hendak beranjak. 


Negeri mayoritas Muslim ini tidak bisa menerima kebohongan dan kepalsuan terus-menerus, karenanya tak ada celah sedikit pun bagi Jokowi untuk bisa menghindar.


Rombongan aktivis dari beberapa daerah dan tim TPUA menggeruduk UGM pada 15 April dan rumah Jokowi pada keesokan harinya. Namun UGM kelihatan melemparkan tanggung jawab sebagai institusi yang terbuka. 


Ketika menerima tiga perwakilan alumni, tim rektorat UGM beserta orang-orang yang mengaku teman kuliah Jokowi tidak memberikan informasi yang diperlukan untuk menjernihkan masalah.


UGM mengatakan ijazah Jokowi dipegang oleh Jokowi sendiri, dan seharusnya memang demikianlah adanya. 


Namun tidak memberikan data-data bahwa Jokowi pernah kuliah dan dokumen otentik bukti kelulusannya karena berlindung di balik privasi tidak saja konyol tetapi juga dicurigai sebagai cara halus untuk menghindar dari inti masalah sebenarnya.


UGM terkesan sangat melindungi Jokowi sejak awal. Rektor yang sekarang diangkat oleh Majelis Wali Amanat melalui pemilihan yang diketuai oleh Pratikno, dan Pratikno sendiri adalah operator politik Jokowi par excellence. 


Informasi minim ini cukup memberikan gambaran mengenai apa yang sedang terjadi di UGM sekarang.


Di Solo, pada 16 April, Jokowi menerima tim TPUA yang terdiri dari tiga orang. Jokowi berkeras tidak mau menunjukkan ijazahnya dengan alasan tidak ada kewajiban untuk melakukan hal demikian. 


Jokowi hanya bersedia menunjukkan ijazahnya kepada sejumlah wartawan namun tidak boleh difoto dan didokumentasikan. 


Yang aneh, pihak yang meragukan ijazahnya adalah TPUA, dan sempat diperkarakan di pengadilan di Jakarta, namun justru tidak boleh melihat dokumen akademik itu.


Jokowi menantang agar perkara ini dibawa ke pengadilan dan di sanalah dia akan menunjukkan ijazahnya. 


Tidak cuma itu, dia mengancam akan memperkarakan pihak-pihak yang meragukan ijazahnya, dan menuduh mereka telah memfitnahnya.


Melihat perkembangan ini, maka dengan gampang kita bisa membaca perubahan strategi Jokowi dalam menutupi aib ijazah palsunya. 


Jokowi tidak lagi defensif (bertahan), namun sekarang sudah berani melakukan ofensif (menyerang). 


Pertanyaannya, apa yang menyebabkan Jokowi mengubah strategi dan begitu percaya diri berani menantang para pengacara TPUA secara khusus, dan rakyat Indonesia secara umum?


Hanya satu kemungkinan jawabannya. Yaitu dia sangat percaya diri akan menang karena merasa masih menguasai jaringan penegak hukum mulai dari polisi, jaksa, sampai hakim. Dulu di pengadilan Jakarta, hakim mengatakan tidak berhak mengadili perkara ijazah Jokowi. 


Pengadilan Jakarta sengaja membuat perkara ini macet dan menemui jalan buntu demi melindungi Jokowi. Hal ini sudah menjadi rahasia umum.


Bila pengadilan Jakarta mengatakan tidak berhak mengadili kasus ijazah palsu Jokowi, itu artinya kasus ini gugur dengan sendirinya sebelum masuk ke pembuktian materil kepalsuan ijazah. 


Bisa jadi teknik serupa telah direncanakan bila perkara ini kembali disidangkan. Akan dibuat jalan buntu sehingga kasus ini jadi kabur sampai Jokowi mati.


Target Jokowi kalau tidak bisa memenangkan perkara, paling tidak dia bisa mengaburkan fakta sesungguhnya untuk membuat rakyat tetap dalam keragu-raguan abadi dan tidak yakin mengenai duduk perkara ijazahnya. 


Ini untuk menutupi aib yang tidak bisa dia bantah dengan beredarnya banyak sekali pembuktian oleh ahli forensik digital dan penelusuran swadaya oleh netizen anonim yang jumlahnya sangat banyak.


Jokowi kelihatan semakin lemah, letih, dan panik. Buzzer-buzzer yang dulu sangat ganas menyerang pengeritik Jokowi, yang mentag akun polisi di media sosial sebagai tanda melapor, lalu dengan cepat diproses hukum dan masuk penjara, kini semakin tak terorganisir dan lemah. 


Besar kemungkinan organisasi mereka kini kocar-kacir setelah sumber pendanaan untuk operasional tidak lagi sebesar dulu, atau bisa jadi sudah tidak ada. 


Sudah jadi rahasia umum ada dana APBN dulu yang digunakan untuk membayar influencer, nama halus untuk buzzer.


Halaman:

Komentar

Terpopuler