Serangan Balik Jokowi: Babak Baru Kasus Ijazah Palsu

- Selasa, 06 Mei 2025 | 17:05 WIB
Serangan Balik Jokowi: Babak Baru Kasus Ijazah Palsu


Serangan Balik Jokowi: 'Babak Baru Kasus Ijazah Palsu'


Bersantap siang bersama para relawannya di sebuah restoran di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (2/5), Joko Widodo membahas aduannya ke Polda Metro Jaya dua hari sebelumnya soal tudingan ijazah palsu. 


Kepada para loyalisnya, Presiden ke-7 RI itu menegaskan ingin memberi pelajaran agar tidak ada lagi pihak yang mudah menyebar fitnah.


“Karena [tudingan ijazah palsu] ini sudah masuk ranah pembunuhan karakter,” kata Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) yang hadir di pertemuan itu kepada kumparan, Sabtu (3/4).


Jokowi, yang sebelumnya kerap defensif terhadap tudingan ijazah palsu, kini menyerang balik. Ia melaporkan 5 orang ke polisi atas tuduhan penyebaran fitnah hingga pencemaran nama baik. Sejauh ini, kelima orang tersebut hanya disebut inisialnya, yakni RS, ES, RS, T, dan K.


Jokowi membawa bukti 24 video dan melaporkan mereka dengan Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27 A, 32, dan 35 UU ITE.


“Dulu masih menjabat [presiden] saya pikir sudah selesai, ternyata masih berlarut-larut, sehingga dibawa ke ranah hukum akan lebih baik … agar semuanya jelas dan gamblang,” ujar Jokowi usai melapor di Polda Metro Jaya, Rabu (30/4).


Upaya hukum Jokowi pada kasus tudingan ijazah palsu sedianya telah dipikirkan tim pengacaranya sejak awal April. Mereka dikumpulkan Jokowi di rumahnya, Solo, pada 9 April. Lima hari setelahnya, 14 April, mereka menggelar konferensi pers di Jakarta seraya mengultimatum para penyebar isu ijazah palsu.


Jokowi lalu meminta tim pengacaranya membuat kajian hukum. Kajian itu kemudian diserahkan ke Jokowi dalam pertemuan di sebuah restoran di Menteng, Jakarta Pusat, 22 April.


“Bapak bilang, ‘Ya sudah, kalau memang harus terpaksa [lapor polisi], kita lakukan.’ Lalu kami lanjut diskusi,” ucap Firmanto Laksana, pengacara Jokowi, kepada kumparan.


Setelahnya, Jokowi sempat meninggalkan Indonesia. Ia diutus Presiden Prabowo menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan.


Meski demikian, semasa Jokowi di luar negeri, para pihak yang menyebar isu ijazah palsu tak surut. Jokowi pun memutuskan melapor langsung ke Polda Metro Jaya


“Tentu ada batasnya orang bersabar. Itulah yang akhirnya melatarbelakangi Bapak [Jokowi] nampaknya harus menghentikan isu ini dengan cara memproses secara hukum,” imbuh Firmanto.


Menurut Firmanto, nama-nama orang yang dilaporkan ditentukan berdasarkan bukti-bukti yang ada. Ia menekankan, Jokowi tak bermaksud menarget pihak-pihak tertentu.


Sementara itu, Silfester menyebut kelima orang yang dilaporkan merupakan nama-nama yang sempat ia bahas bersama Jokowi di Solo pada 16 April lalu. Malahan, ia sebetulnya mengusulkan lebih dari lima nama untuk dilaporkan Jokowi. Namun, akhirnya dipilih lima yang dinilai terpenuhi unsur pidananya.


“Mereka provokator utama yang bisa membuat gaduh dan adu domba,” kata Silfester.


Adapun pakar hukum pidana UII Arif Setiawan menilai pelaporan Jokowi tersebut merupakan sesuatu yang wajar.


“Terlepas dari benar atau tidak [isu ijazah palsu], dia (Jokowi) merasa terganggu,” ucap Arif.


Keyakinan vs Keaslian


Lima orang telah dilaporkan Jokowi ke polisi. Nama-nama mereka tidak disebut gamblang oleh tim pengacara Jokowi. Meski demikian, mereka diduga kuat merupakan pihak yang beberapa waktu terakhir mempersoalkan ijazah Jokowi secara intens, sampai-sampai mendatangi UGM, di antaranya ahli forensik digital Rismon Sianipar, pemerhati telematika Roy Suryo, dan dokter Tifauzia Tyassuma. Ketiganya merupakan alumni UGM.


Dua orang lain yang dilaporkan, menurut Roy Suryo, ialah Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana, serta advokat sekaligus anggota TPUA Kurnia Tri Royani. Inisial lima orang tersebut cocok dengan yang disebut kuasa hukum Jokowi, yakni RS, ES, RS, T, dan K.


Menanggapi laporan Jokowi tersebut, Roy Suryo menanggapi santai. Menurutnya, langkah itu bagus sebagai pembelajaran hukum.


“Asal benar-benar sesuai kaidah hukum yang berlaku, sesuai prosedur. Jangan ada diskriminasi, kriminalisasi,” ucapnya.


"Rismon menganggap Jokowi berupaya menghindari pokok persoalan dengan menyeret kasus ijazah ke ranah fitnah. Menurut Rismon, seharusnya Jokowi terlebih dahulu membantah berbagai tudingan mengenai kejanggalan skripsi maupun ijazahnya." - Rismon Sianipar, ahli forensik digital


Roy dan Rismon tetap meyakini ijazah dan skripsi Jokowi palsu. Mereka punya berbagai argumen. Terkait skripsi Jokowi, Roy menyebut skripsi tahun 1985 itu memiliki beberapa keanehan. Roy melihat langsung skripsi tersebut dalam pertemuan dengan pimpinan Fakultas Kehutanan dan perwakilan Rektorat UGM pada 15 April lalu.


Keanehan itu, di antaranya, ada perbedaan fon antara isi skripsi dengan sampul dan lembar pengesahannya. Bagian isi skripsi seperti prakata, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran diketik manual dengan mesin tik, sedangkan bagian sampul dan lembar pengesahan memakai fon Times New Roman yang seharusnya baru dirilis Windows pada 1992.


Dalam lipsus kumparan edisi 21 April, kawan seangkatan Jokowi, Frono Jiwo dan Andi Pramaria, menjawab soal perbedaan fon itu. Menurut mereka, skripsi mereka pun fonnya sama seperti Jokowi: bagian isi diketik dengan mesin tik, sedangkan sampul dan lembar pengesahan dibuat di percetakan Perdana.


“Kami tidak tahu bentuk fon tersebut Times New Roman, dan kami tidak tahu dari mana percetakan mendapatkannya,” ujar Frono.


Dalam buku Anatomy of Typeface karya Alexander Lawson (terbitan 1990), disebutkan bahwa Times New Roman sebenarnya pertama kali muncul pada 3 Oktober 1932 di koran Inggris, The Times.


The Times mendapat hak eksklusif atas fon yang dibuat oleh Stanley Morison dari Monotype Corporation tersebut. Setelahnya, desain fon itu dirilis untuk penjualan komersial ke perusahaan mesin percetakan.


Keanehan berikutnya, menurut Roy, pada lembar pengesahan skripsi Jokowi tertulis pembimbing utama adalah Prof. Dr. Ir. Achmad Soemitro, namun pada bagian prakata, gelar akademik yang dicantumkan hanya Dr. Ir. Achmad Soemitro tanpa Prof.


“Pada hari yang sama, pada skripsi yang sama, [ada] dua nama dengan gelar berbeda. Itu kan aneh,” kata Roy.


Selain itu, tidak ada nama penguji di lembar pengesahan skripsi Jokowi. Padahal pada skripsi teman-teman satu fakultasnya yang lulus tahun 1985, tertulis nama dosen penguji.


“Skripsi asli, ijazah bisa palsu. Skripsi asli, ijazah bisa asli. Tapi kalau skripsi palsu, ijazahnya mesti palsu,” tegas Roy.


Rismon menduga UGM ikut menutupi kejanggalan skripsi Jokowi dengan menyodorkan skripsi seseorang yang disebut kawan seangkatan Jokowi saat pertemuan 15 April lalu di UGM. Skripsi sang kawan itu pun tidak bertanda tangan pada nama-nama dosen yang ada di lembar pengesahannya.


Pada skripsi kawan seangkatan lulus Jokowi seperti Sigit Hardwinarto dan Sri Daminingsih, Rismon menduga lembar pengesahannya telah dicabut dan diformat ualng supaya sesuai dengan dengan lembar pengesahan skripsi Jokowi.


Kecurigaan Rismon menguat karena ia menemukan bukti baru, yakni bahwa tanda tangan dosen pembimbing atas nama Ir. Hasanu Simon SU pada lembar pengesahan skripsi kawan Jokowi—yang ditunjukkan UGM pada pertemuan 15 April—berbeda dengan lembar skripsi lain atas nama Suharman, alumnus Fakultas Kehutanan 1986.


“Banyak sekali lembar-lembar pengesahan skripsi di UGM, khususnya di Fakultas Kehutanan, dibiarkan kosong, dengan teknologi Times New Roman yang belum ada saat itu agar sesuai dengan lembar pengesahan skripsi Joko Widodo yang kosong, tanpa tanda tangan,” ujar Rismon.

Halaman:

Komentar

Terpopuler