Denny sendiri saat dikonfirmasi tersangkut kasus itu pada 2015 silam mengatakan siap dengan segala risiko jika benar terbukti terlibat korupsi.
"Aku kira di Bareskrim sudah jalan. Saya siap dengan segala risiko. Saya nggak tahu. Saya dapat info dari Twitter, Kompasiana. Ada yang sebut saya. Saya merasa terhormat saja. Payment Gateway. Saya ingin ada pelayanan publik yang baik di Kemenkum HAM. Yang bayar manual secara online. Itu pasti ada cas. Itu yang dikira memperkaya orang lain," ujar Denny, kepada wartawan, Selasa (10/2/2015).
Ini bukan due process of law, tapi lebih mirip delay process by law enforcement. Entah karena berkas mangkrak, atau karena statusnya sebagai eks-pejabat dan aktivis senior bikin penyidik ragu menyentuhnya.
Istilah populernya ‘selective justice’ alias hukum tajam ke bawah, tumpul ke Mantan Wamen.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB Abdullah mengakui, kasus dugaan korupsi yang menyeret Denny Indrayana 2015 terkesan mangkrak.
“Kritik mengarah pada tidak seriusnya komitmen pemberantasan korupsi, dan penegakan hukum yang dinilai masih tebang pilih,” tutur Abdullah saat dihubungi di Jakarta, Kamis (22/5/2025).
“Mangkraknya kasus ini merupakan salah satu bentuk ketidakseriusan penyidik (kepolisian). Lebih jauh lagi muncul dugaan tindakan tebang pilih dalam kasus ini mengingat Denny Indrayana merupakan mantan Wamenkumham,” tambah Andri Rahmat Isnaini, praktisi hukum Universitas Esa Unggul, Rabu (21/5/2025).
Idealis Menjadi Pragmatis
Denny bukan yang pertama dan tampaknya bukan yang terakhir aktivis yang terjerumus. Indonesia punya daftar panjang alumni gerakan mahasiswa yang berubah dari idealis menjadi pragmatis, lalu akhirnya jadi tersangka.
Salah satunya, publik mungkin masih belum lupa kasus Anas Urbaningrum, eks Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) yang dikenal jenius dan artikulatif. Ujung-ujungnya dibui karena proyek Hambalang.
Di dunia internasional, tengok saja Luiz Inácio Lula da Silva, mantan buruh dan aktivis kiri di Brasil yang juga sempat mendekam di balik jeruji karena korupsi, sebelum akhirnya comeback dan mejadi presiden lagi. Dunia memang penuh plot twist.
Banyak pihak mengkritik Denny karena seolah memiliki kartu imun layaknya hak imunitas parlemen. Tapi publik kini lebih cerdas.
Di era digital, jejaknya tidak bisa dihapus dengan klarifikasi satu paragraf. Netizen punya daya ingat lebih kuat daripada memori institusi penegak hukum.
Yang jelas, kasus ini harus segera dituntaskan jangan sampai tidak selesai-selesai karena tidak hanya mencerminkan ketidakpastian hukum tetapi juga kasihan kepada para tersangka.
Tidak adanya kepastian hukum membuat kehidupan yang bersangkutan semakin tidak jelas karena dihantui perkara yang belum tuntas. Seperti memiliki utang.
“Akan tidak beradab apabila dihukum tanpa proses peradilan dengan menyandang beban tersangka seumur hidup," ujar Pakar Hukum dari Universitas Bung Karno Hudi Yusuf, Kamis (22/5/2025) seraya mendorong agar kasus ini diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus ini bukan sekadar soal paspor dan payment gateway, tapi tentang bagaimana kekuasaan bisa menguji orang-orang yang pernah dianggap suci oleh publik.
Ini juga pengingat bahwa semangat antikorupsi bukan warisan abadi, ia bisa lapuk oleh kekuasaan, atau berubah wujud jadi tameng moral palsu.
Kalau pun Denny nanti dibebaskan atau dihukum, yang jelas publik sudah belajar. Aktivis hari ini bisa jadi tersangka besok pagi.
Yang kita butuhkan bukan hanya suara lantang di jalanan, tapi juga konsistensi ketika duduk di kursi kekuasaan.
Karena seperti kata pepatah hukum Romawi: Fiat justitia ruat caelum—keadilan harus ditegakkan walau langit runtuh. Sayangnya, di negeri ini, langit tak runtuh, hukum malah lunglai duluan.
Sumber: Inilah
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur