"Nilai itu masih bisa dimaksimalkan lagi kalau pemerintah bekerja dengan benar. Sangat-sangat mungkin untuk menyentuh angka Rp800 triliun, dan bisa didapat tanpa merusak lingkungan," katanya.
Sedang dari proyek tambang nikel, perusahaan cuma diizinkan mengambil 59 juta dari 300 juta cadangan nikel yang tertanam di tanah Raja Ampat.
"Untuk menghabiskan 59 juta ton ini, bisa banyak sekali skenario durasi penghitungan tahunnya," kata Ferry memaparkan.
Dengan hitung-hitungan yang sama yakni sampai 50 tahun ke depan, nilai ekonomi hasil pertambangan nikel tidak jauh lebih besar dari program wisata maupun konservasi alam di Raja Ampat.
"Angka yang kita peroleh adalah Rp246,9 triliun," ucap Ferry Irwandi.
Ditambah lagi, perputaran uang cuma dinikmati oleh mereka yang menjalankan proyek tambang di Raja Ampat.
Dengan kata lain, kasus eksploitasi kekayaan alam tanah Papua tanpa bisa dinikmati penduduk aslinya kembali terjadi.
"Ini pilihan yang sangat buruk. Dampak atau kerugiannya juga sangat besar. Ekosistemnya hancur, reputasi Indonesia jadi sangat buruk, tingkat kepercayaan publik juga sangat menurun," ujarFerry Irwandi.
Dari paparan hitung-hitungan nilai ekonomi tersebut, Ferry Irwandi berharap pemerintah bisa memikirkan ulang rencana pengembangan tambang nikel di Raja Ampat.
Kalau perlu, izin tambang PT GAG Nikel di Pulau GAG, Raja Ampat juga ikut dicabut bersama empat perusahaan lain yang sudah lebih dulu dihentikan aktivitasnya.
"Tambang nikel itu bisa dibuat di berbagai tempat. Tapi kita cuma punya satu Raja Ampat. Jadi, coba dipikirkan baik-baik," imbuh Ferry.
[VIDEO]
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur