POLHUKAM.ID - Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, meski masih sebatas diskursus di ruang publik, membuka kotak pandora tentang skenario politik tingkat tinggi: siapa yang akan mengisi kekosongan kursi orang nomor dua di Republik ini?
Diketahui, isu pemakzulan Gibran bermula dari surat yang dilayangkan Forum Purnawirawan TNI kepada DPR dan MPR.
Di mana ada 8 usulan yang salah satunya adalah mengusulkan adanya pergantian Wakil Presiden RI karena keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-undang Pemilu dinilai telah melanggar hukum acara MK dan UU Kekuasaan Kehakiman.
Nah, jika skenario ini benar-benar terjadi, proses pergantian tidak akan berjalan seperti pemilihan umum, melainkan melalui mekanisme ketatanegaraan yang menjadikan Presiden sebagai aktor utama dan parlemen sebagai panggung penentu.
Konstitusi Indonesia, UUD 1945 Pasal 8 ayat (2), telah mengatur secara jelas mekanisme ini.
Jika jabatan Wakil Presiden lowong, Presiden akan mengajukan dua nama calon kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Selanjutnya, MPR memiliki waktu selambat-lambatnya 60 hari untuk menggelar sidang dan memilih satu dari dua kandidat tersebut.
Artinya, penentuan calon pengganti Gibran sepenuhnya menjadi hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto, dengan mempertimbangkan peta kekuatan politik di koalisinya.
Pilihan Presiden Prabowo dipastikan akan jatuh pada figur yang tidak hanya loyal, tetapi juga mampu menjaga stabilitas Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang tambun.
"Ini bukan sekadar memilih pendamping, ini adalah kalkulasi politik untuk mengamankan pemerintahan hingga akhir masa jabatan. Presiden akan mencari figur yang bisa merepresentasikan kekuatan besar di koalisi sekaligus memiliki akseptabilitas publik," ujar analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, belum lama ini.
Dengan kerangka tersebut, beberapa nama dari lingkar dalam kekuasaan segera mengemuka sebagai kandidat potensial. Siapa saja mereka?
Poros Beringin: Airlangga Hartarto
Sebagai mantan Ketua Umum Partai Golkar sekaligus politisi senior, partai dengan perolehan kursi terbesar kedua di parlemen dan pilar utama KIM, Airlangga Hartarto menjadi nama yang paling logis untuk dipertimbangkan.
Posisinya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam beberapa periode pemerintahan memberinya bekal teknokratis yang kuat.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara